Lawatan Tim FISIP Universitas Airlangga ke Jepang (3): Warga Kota Tokyo, Benarkah Soliter?
TIM FISIP Universitas Airlangga, selama di Tokyo, sempat berkunjung ke Hibikoku Terrace (sebuah ruang publik kecil di tengah kota) dan Taman Hibiya yang luasnya lebih besar. -Bagong Suyanto untuk HARIAN DISWAY-
BAGI kota metropolitan, keberadaan taman kota sesungguhnya tidak sekadar sebagai ruang terbuka hijau, tetapi juga sebagai ruang publik yang memungkinkan warga kota menggelar perjumpaan sosial dengan sesamanya.
Taman-taman kecil, ibaratnya, adalah titik simpul yang memungkinkan siapa pun saling bertemu, berbicara satu dengan yang lain sembari melepas penat sejenak dari tekanan pekerjaan sehari-hari yang terus menjejas.
Di kota besar seperti Tokyo, taman kota adalah semacam rest area. Di taman-taman yang dibangun di balik gedung-gedung tinggi yang mengepung kota, di sana hadir taman-taman yang memungkinkan orang dapat melepas lelah, beristirahat sebentar, makan siang atau makan malam sejenak sebelum kembali pada rutinitas kerja yang seolah tak kunjung usai.
BACA JUGA:Lawatan Tim FISIP Universitas Airlangga ke Jepang (1): Menjajaki Kerja Sama dengan PT di Jepang
Berbeda dengan taman-taman tradisional yang luas, seperti Taman Nasional Shinjuku Gyoen, Taman Hyakkaen Mukojima, atau Taman Mejiro yang terkenal indah, taman-taman kecil di berbaga pelosok Kota Tokyo berukuran kecil. Hanya seukuran lapangan basket atau bahkan hanya seukuran lapangan bola voli.
Kami, tim FISIP Universitas Airlangga, selama di Tokyo sempat berkunjung ke Hibikoku Terrace (sebuah ruang publik kecil di tengah kota) dan Taman Hibiya yang luasnya lebih besar. Taman Hibiya merupakan salah satu taman yang cukup populer di Tokyo karena di sana ada Perpustakaan Hibiya serta pamandangan pepohonan yang menarik.
Warna daun yang cerah, kuning, merah, dan hijau membuat Taman Hibiya seolah tak pernah akan membosankan untuk dikunjungi. Walaupun, luasnya relatif kecil jika dibandingkan dengan taman-taman tradisional yang terkenal di Tokyo.
SOLITER?
Kalau berbicara idealnya, fungsi taman sebagai ruang publik sesungguhnya adalah arena yang memungkinkan warga kota saling bertemu dan membangun komunikasi. Namun, yang terjadi di Tokyo tampaknya bukan hal itu. Di berbagai taman kota yang ada memang selalu ditemui orang-orang yang duduk-duduk di sana menghabiskan waktu dengan melakukan berbagai kegiatan.
Ada yang duduk santai sambil menikmati makanan dan minuman yang dibawanya. Ada sebagian lain yang sedang memainkan handphone atau tengah menelepon saudara atau koleganya. Ada pula yang hanya duduk-duduk santai, tak melakukan apa-apa kecuali hanya memandang lingkungan sekitarnya.
Sesekali tampak pula ada warga yang duduk di taman kota dan membuka laptop –entah mungkin sedang menyelesaikan pekerjaan yang tertunda.
Berbeda dengan kami, tim FISIP Universitas Airlangga, yang berjalan dan duduk-duduk bergerombol sambil bercanda bersama, sepanjang yang kami lihat, warga Tokyo tampak sangat individualistis.
Mereka umumnya datang sendiri-sendiri. Taman kota ramai didatangi orang-orang, tetapi satu sama lain tidak terlihat saling menyapa. Di Jepang, dan Tokyo pada khususnya, tampaknya warga kota telah terbiasa hidup sendiri.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: