Perempuan dan Lebaran: Ironi Beban Ganda

Melibatkan anak saat memasak adalah salah satu hal yang sering terjadi kepada seorang ibu rumah tangga yang memiliki peran ganda.-Shutterstock-Shutterstock
Sudah menjadi rahasia umum bahwa perempuan merupakan subyek penting dalam konstruksi sosial, khususnya dalam hal urusan domestik. Sementara itu, jika di ruang publik, perempuan yang terlibat dalam kegiatan keagamaan komunitas, seringnya dalam kapasitas yang kurang diakui.
Bahkan cenderung pembagian tugas tradisional, bahwa laki-laki mengurus aspek formal-seremonial, perempuan mengurus nonformal-servis (seperti konsumsi dan kebersihan). Hal tersebut secara tidak langsung sebagai manifestasi dari patriarki dalam lembaga publik dan agama, di mana kontribusi perempuan tidak dianggap setara dan cenderung dibatasi pada domain domestik.
Meskipun tidak ada ketentuan tertulis maupun dalil agama yang melarang peran lebih setara. Sebagaimana dicontohkan Nabi Muhammad Saw memberi contoh sebagai figur suami yang membantu pekerjaan rumah tangga. Sehingga harusnya stereotip tersebut sudah terpatahkan.
BACA JUGA: Nyekar Menjelang Lebaran: Tradisi yang Terlupakan atau Tradisi yang Harus Diselamatkan?
Dalam upaya menghadirkan Keadilan gender dalam momen-momen penting agama, di antaranya Ramadan dan Lebaran, maka diperlukan pergeseran pola pikir mulai dari tingkat keluarga. Tanggung jawab domestik dan pengasuhan harus dilihat sebagai urusan bersama suami-istri, bukan semata “domain perempuan”. Sehingga baik laki-laki dan perempuan dapat menikmati waktu ibadah secara optimal bersama.
Daycare menjadi salah satu cara alternatif untuk mengurangi beban ganda seorang ibu rumah tangga.-Freepik-Freepik
Kondisi tersebut perlu peran krusial dari tokoh agama dan media dalam mengubah narasi. Misalnya ulama dan penceramah sebaiknya mulai menyisipkan pesan-pesan kesetaraan dalam khutbah atau ceramah di mimbar maupun forum keagamaan lainnya. Misalnya, mengingatkan jamaah bahwa membantu istri di rumah adalah perbuatan mulia yang sejalan dengan sunnah Nabi.
Beberapa komunitas progresif Muslim telah mulai melakukan kampanye hingga ajakan gerakan bersama yang mengajak para lelaki untuk terlibat dalam penyiapan semua ritual Ramadhan dan Lebaran melalui tagar di sosial media. Langkah-langkah tersebut perlu diapresiasi dan diperluas agar norma baru terbentuk.
BACA JUGA: Mudik Selesai, Pengguna Angkutan Umum Naik 8,5 Persen Selama Libur Lebaran 2025
Selain itu, edukasi gender sejak dini kepada anak-anak juga penting, salah satunya dengan melibatkan anak laki-laki dalam pekerjaan rumah tangga bersama saudara perempuannya sejak kecil, terutama saat momen Ramadhan hingga Lebaran. Hal tersebut akan menanamkan pemahaman sejak dini bahwa kerja domestik adalah bagian tanggung jawab semua anggota keluarga.
Di tingkat kebijakan, pemerintah perlu hadir mendukung perubahan ini. Kabar baiknya, pemerintah Indonesia mulai mengakui isu ekonomi perawatan (care economy) sebagai agenda penting. Kemen PPPA pada 2024 meluncurkan Peta Jalan Nasional Ekonomi Perawatan untuk mendorong dunia kerja yang lebih adil gender. Salah satu fokusnya adalah pengembangan layanan pengasuhan anak dan lansia yang lebih terjangkau, serta perlindungan sosial bagi pekerjaan perawatan.
Implementasi roadmap ini diharapkan membantu mengurangi beban domestik di pundak perempuan, misalnya lewat penyediaan daycare yang terjangkau atau insentif bagi perusahaan yang memberi cuti ayah agar laki-laki punya kesempatan nyata berperan di rumah tanpa khawatir kariernya terdampak.
BACA JUGA: Partisipasi Perempuan untuk Emansipasi
Artinya, penting disadari bahwa keadilan gender adalah fondasi bagi ketahanan keluarga. Ramadan dan Lebaran seharusnya menjadi ujian manis bagi kerjasama keluarga, bukan malah memicu konflik atau burnout sepihak. Kita tentu mendambakan suasana Idulfitri yang benar-benar “fitri” (bersih dan suci) termasuk bersih dari ketidakadilan gender. Sudah saatnya momen Ramadhan dan Lebaran dikelola dengan semangat kesalingan.
Keadilan gender bukan berarti mengurangi kekhidmatan ibadah atau tradisi, justru akan memperkaya makna keduanya. Bayangkan jika setiap rumah, laki-laki dan perempuan berbagi tugas melewati momen Lebaran dengan kompak tentu akan tercipta lebih banyak ruang bagi keduanya untuk menikmati indahnya kemenangan. Mungkin butuh waktu, tapi langkah kecil bisa dimulai tiap keluarga sejak sekarang.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: