Cerita Diapora oleh Yunaz Karaman (9-Habis): Dua Buku Pelecut Mimpi

Cerita Diapora oleh Yunaz Karaman (9-Habis): Dua Buku Pelecut Mimpi

Iwan Setyawan (kiri) penulis buku 9 Summers 10 Autumns dan Ibuk yang menginspirasi Yunaz Karaman.--

Berkali-kali saya bersyukur bisa melanjutkan studi S2 di Nevsehir Haci Bektas Veli University. Studi pascasarjana di bidang History, Graduate School of Social Sciences. Inilah impian saya yang terwujud itu.

Setelah dekapan hari bercerita bagaimana studi saya di Turkiye, saya baru mundur ke masa sebelum saya berada di negeri orang lain. Saya perlu menyampaikan bagian cerita itu karena berharap itu akan menginspirasi orang lain untuk mengejar cita-citanya.

Teringat betul bagaimana kala SMA saya suka membaca sejumlah buku self improvement atau pengembangan diri dan autobiografi. Salah satunya karya Iwan Setyawan, berjudul 9 Summers 10 Autumns. Kisahnya ditulis detail dan apa adanya. Hingga pada 2013 kisah dalam buku itu difilmkan.

BACA JUGA: Cerita Diaspora oleh Yunaz Karaman (8): Menang Desain Logo Indonesia–Turkiye

Cerita itu seolah menampar saya. Pertama, karena saya merasa punya kedekatan emosional dengan penulisnya karena sama-sama arek Batu. Bahkan sama-sama alumni SMA Negeri 1 Batu loh. Kedua, bayangkan bagian yang berikut ini. Berawal dari hidup yang keras, bapak Iwan hanyalah sopir angkot. Tapi Iwan bisa berkuliah di IPB dan bisa bekerja di perusahaan multinasional di New York, AS.

Kisah ini sangat membekas dalam ingatan saya bahwa semua orang berhak memiliki mimpi setinggi-tingginya. Meskipun keadaan atau kondisi kita mengharuskan untuk bekerja lebih keras tanpa ada privilege tetapi bisa menggapai apa yang kita cita-citakan.

Saat kuliah di Ilmu Sejarah, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Airlangga, saya sering mengikuti kegiatan sharing beasiswa dari beberapa kampus atau negara pemberi beasiswa. Beberapa buku yang ditulis oleh awardee beasiswa juga saya baca. Keinginan saya untuk bersekolah di luar negeri menjadi semakin besar.

BACA JUGA: Cerita Diaspora oleh I.G.A.K. Satrya Wibawa (6): Bertualang Menjelajah Paris di Bawah Tanah

Sebab saya melihat bukan hanya soal pendidikan atau ilmu yang kita terima. Namun, lebih kepada pelajaran hidup, pengalaman, dan jejaring yang lebih luas. Untuk meraih itu tentu saya melihat setiap orang memiliki kisahnya masing-masing. Seperti yang juga dituliskan Iwan dalam bukunya.

Setelah menjadi sarjana pada 2019 saya tidak langsung mendaftar beasiswa atau pascasarjana. Meskipun waktu itu ibu saya menawari untuk langsung lanjut S2, tapi saya menolak karena saya ingin mendapatkan beasiswa dan ingin memiliki pengalaman bekerja lebih dulu.


Jajaran di Biro Komunikasi, Layanan Informasi dan Persidangan di Kemenko Perekonomian yang telah memberikan pengalaman Yunaz Karaman untuk belajar dan melebarkan jejaring.--

Pertama-tama saya mendapat tawaran bekerja di Pusat Demokrasi dan HAM (PUSDEHAM). Hanya bertahan selama satu tahun, pada 2021 saya bekerja di Kemenko Perekonomian, Jakarta.

BACA JUGA: Cerita Diaspora dari Mohammad Rozi (3): Tinggalkan PNS Demi Better Job

Pengalaman bekerja sebagai tenaga kehumasan memberikan saya banyak pengalaman hidup dan bisa melebarkan jejaring. Hal itu membuat saya semakin yakin ingin melanjutkan jenjang pendidikan dan mencari pengalaman lebih untuk meng-upgrade diri dalam segala hal.

Setelah menikah saya bersama istri berjanji untuk terus memperjuangkan bersama pendidikan masing-masing. Saat itu istri saya masih dalam tahap koas profesi dokter di salah satu rumah sakit di Trenggalek. Kami sama-sama memperjuangkan meski di bidang yang sangat berbeda.

Istri saya tahu betul keinginan saya melanjutkan studi sehingga dia pun mendukung ketika saya mencoba mendaftar pada beasiswa yang sedang dibuka ketika itu yakni Turkiye Burslari atau Beasiswa Pemerintah Turkiye.


Berpamitan pada Airlangga Hartarto, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian--

BACA JUGA: Cerita Diaspora dari Marisa Tania (6): Engineer Indonesia Menembus Silicon Valley

Satu per satu proses saya lalui mulai dari pengurusan dokumen yang diperlukan hingga akhirnya saya lolos seleksi pemberkasan. Tak lupa juga saya berkonsultasi kepada senior saya Adli Hazmi dan kawan saya Nurrazka sebagai penerima beasiswa tersebut.


Berpamitan pada Susiwijono Moegiarso selaku Sekretaris Kemenko Perekonomian. --

Hari demi hari saya lalui. Saya tidak terlalu berharap tapi saya yakin telah mempersiapkan yang terbaik yang bisa saya lakukan. Hingga tahap wawancara pada Juni 2024, istri saya menemani prosesnya. Dua bulan berikutnya, saya dinyatakan lolos menjadi salah seorang penerima beasiswa Turkiye Burslari.

Peran Orang Terdekat

Saya sadar bahwa setiap orang memerlukan bantuan orang lain. Tidak hanya berupa materi atau barang. Namun, dalam bentuk dukungan moral. Itulah yang saya rasa telah memberikan dampak yang sangat besar untuk terwujudnya mimpi saya. Betapa besarnya dampak positif dari dukungan emosional dan psikologis yang diberikan kepada seseorang dalam memberikan semangat, motivasi, dan bahkan rasa nyaman.

BACA JUGA: Cerita Diaspora oleh Yunaz Karaman (6): Cappadocia di Depan Mata

Tak hanya buku 9 Summers 10 Autumns. Saya membaca satu buku karya Iwan yang lain, berjudul Ibuk. Novel itu berkisah tentang perjuangan seorang ibu dalam membesarkan anak-anaknya dengan cinta, kesederhanaan, dan pengorbanan yang luar biasa. Sekali lagi kedekatan emosional pada kisah dalam buku itu saya dapati sekali lagi.


Kebersamaan Yunaz Karaman dengan keluarganya dan keluarga istrinya yang menjadi pendukung terbesar.--

Apa yang disebut Iwan itu tentu orang tua dan mertua saya. Peran mereka sangatlah penting. Merekalah yang menguatkan ketika jatuh dan tanpa kita sadari. Seperti lampu yang terus menerangi jalan kita dengan doa-doa di tengah malam. Terutama dari seorang ibu. Apa pun pasti akan mereka lakukan demi anak-anaknya. Jadi sudah selayaknya kita berbuat terbaik dan mengusahakan untuk membahagiakan mereka.

Peran yang tidak kalah penting adalah pasangan hidup. Tentu kehidupan setelah menikah tidaklah mudah. Meski dilakukan dengan penuh kebahagiaan, akan tetapi pasti ada perjuangan naik turun di dalamnya. Perjalanan saya hingga ke Turkiye ini tidak akan terjadi jika tidak ada peranan istri.

BACA JUGA: Cerita Diaspora dari Marisa Tania (5): Mode ke Kode

Dukungannya setiap kali saya ingin menyerah dan menemani kapan saja tidak bisa ditukar dengan nilai uang berapa pun. Meski harus berjauhan kini kami terus belajar untuk saling mengerti satu sama lain. Kami meyakini bahwa perjalanan ”jauh” ini pasti akan membawa pengaruh dalam hidup kami di masa depan nanti. (*) 


Yunaz Karaman--

*) Mahasiswa Pascasarjana di Nevsehir Haci Bektas Veli University, Turkiye

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: yunaz karaman