Otak Busuk, Politik Busuk
ILUSTRASI Otak Busuk, Politik Busuk.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-
ADA fenomena baru di dunia digital yang disebut sebagai brain rot, ’otak busuk’. Fenomena itu muncul akibat terpaan yang berlebihan oleh konten digital terhadap otak manusia. Saking derasnya terpaan gelombang informasi yang tidak tersaring, otak akhirnya menjadi membusuk.
Era digital yang serbacepat menjadikan manusia kewalahan oleh tsunami informasi yang tak henti-hentinya. Perasaan lesu, sulit fokus, dan penurunan produktivitas menjadi hal yang umum dialami banyak orang, Fenomena itu dikenal dengan istilah brain rot alias pembusukan otak.
Fenomena tersebut menggambarkan kondisi otak yang seolah-olah ”membusuk” akibat paparan berlebihan terhadap konten digital yang tidak bermakna atau bahkan merusak.
BACA JUGA:Otak Busuk
Otak menjadi ”tumpul” atau ”berkarat” akibat konsumsi informasi yang berlebihan dan tidak ada mekanisme penyaringan. Hal itu dapat mengakibatkan kesulitan dalam memproses informasi, mengurangi kreativitas, dan menurunkan kemampuan berpikir kritis.
Dunia politik Indonesia mengalami fenomena yang nyaris sama. Political rot, ’pembusukan politik’, terjadi secara pelan, tapi makin nyata. Dalam sepuluh tahun terakhir, para ahli politik menengarai terjadi pembusukan yang sistematis.
Puncaknya adalah penobatan Jokowi sebagai the most corrupt leader, ’pemimpin paling korup di dunia’. Pembusukan demokrasi selama masa kekuasaan Jokowi menjadi dasar bagi penetapannya sebagai tokoh korup dunia.
Fenomena pembusukan masih terus berlangsung. Beberapa hari terakhir masyarakat disodori munculnya peristiwa yang menjadi indikator pembusukan politik. Ada pagar laut misterius yang membentang sepanjang 30,16 kilometer di pesisir Kabupaten Tangerang, Banten.
Pemerintah daerah maupun pusat mengaku tidak tahu siapa pemilik pagar ilegal tersebut.
Pagar tersebut berbahan bambu atau cerucuk dengan ketinggian 6 meter. Para nelayan mengalami kesulitan saat mencari ikan karena keberadaan pagar misterius itu. Rentangnya meliputi 6 kecamatan.
Pagar misterius tersebut terbentang di zona pelabuhan laut, zona perikanan tangkap, zona pariwisata, zona pelabuhan perikanan, zona pengelolaan energi, dan zona perikanan budi daya. Pagar itu juga beririsan dengan rencana waduk lepas pantai yang diinisiasi Bappenas.
Di kawasan sekitar pagar ada masyarakat pesisir yang beraktivitas sebagai nelayan sebanyak 3.888 orang dan ada 502 orang pembudi daya. Aktivitas mereka terancam oleh pagar laut misterius itu.
Siapa yang membangun pagar misterius tersebut? Tidak ada yang tahu dan tidak ada yang mengaku. Publik hanya bisa menduga-duga, siapa tangan kuat yang berada di baliknya.
Otoritas resmi tidak berdaya. Menteri-menteri hanya melongo tidak tahu harus berbicara apa. Pembusukan politik terjadi mulai kepala menjalar ke seluruh tubuh.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: