Otak Tumpul di Era Digital

Otak Tumpul di Era Digital

ILUSTRASI Otak Tumpul di Era Digital. Otak bisa tumpul karena terjadi pembusukan otak alias brain rot.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-

SEBAGAI dosen perguruan tinggi, beberapa hari lalu saya menghadiri rapat sebelum yudisium kelulusan mahasiswa. Salah satu laporan yang disampaikan adalah adanya mahasiswa yang ditegur dan diberi sanksi karena menyontek saat ujian dengan menggunakan kecerdasan buatan (AI). Fenomena itu merupakan salah satu dampak dari perkembangan teknologi di era digital.

Belakangan, istilah brain rot makin viral. Istilah itu berasal dari bahasa Inggris yang secara harfiah berarti ”pembusukan otak”. Namun, dalam konteks budaya internet, brain rot lebih sering digunakan untuk menggambarkan kondisi saat seseorang ”keracunan” lantaran terlalu banyak mengonsumsi konten tertentu secara berlebihan.

PERSPEKTIF NEUROSAINS

Dalam perspektif neurosains, brain rot merujuk pada degradasi kognitif atau penurunan fungsi otak akibat pola konsumsi informasi yang buruk dan berlebihan. 

BACA JUGA:No Viral, No Justice: Media Sosial Menjadi Ruang Publik Baru di Era Digital

BACA JUGA:Konteks Baru Kata 'Menyala' di Era Digital

Istilah itu sering digunakan untuk menggambarkan efek negatif dari konsumsi konten yang tidak menantang secara intelektual, seperti scrolling media sosial tanpa henti; kecanduan hiburan instan; atau paparan terhadap konten dangkal dalam jangka panjang.

Otak manusia memiliki sifat neuroplastisitas. Yakni, kemampuannya untuk beradaptasi dan membentuk koneksi saraf baru berdasarkan pengalaman dan kebiasaan. 

Konsumsi informasi yang dangkal dan berulang dapat mengubah pola koneksi saraf sehingga otak lebih terbiasa dengan stimulus instan dan mengalami kesulitan dalam berpikir mendalam atau mempertahankan fokus dalam waktu lama.

BACA JUGA:Cegah Pembunuhan Karakter di Era Digital

BACA JUGA:Distraksi Digital (1): Gangguan yang Kian Mengkhawatirkan

Selain itu, ketergantungan pada teknologi untuk memperoleh informasi secara instan –misalnya, mencari jawaban di internet tanpa upaya berpikir– dapat mengurangi kapasitas memori kerja serta kemampuan menyimpan informasi dalam jangka panjang. 

Fenomena itu dikenal sebagai digital amnesia, yakni otak menjadi kurang terlatih dalam mengolah informasi karena terlalu bergantung pada perangkat digital.

Beberapa studi menunjukkan bahwa paparan konten digital secara terus-menerus dapat menurunkan rentang perhatian (attention span), membuat seseorang lebih mudah terdistraksi dan sulit berkonsentrasi pada tugas yang membutuhkan pemrosesan mendalam. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: