Shadow Economy, Menyelamatkan Pengangguran atau Berisiko Besar
ILUSTRASI Shadow Economy, Menyelamatkan Pengangguran atau Berisiko Besar.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-
Memang terjadi penurunan angka pengangguran dari 2023 ke 2024 sebanyak 390 ribu orang.
Namun, jika dilihat latar belakang pendidikan, lulusan D-4, S-1, S-2, dan S-3 mengalami peningkatan. Namun, untuk lulusan SD hingga SMP, terjadi penurunan tingkat pengangguran.
Banyak faktor penyebab pengangguran. Antara lain, ketidakseimbangan antara lapangan pekerjaan yang ada dan orang yang membutuhkan pekerjaan, pertumbuhan jumlah penduduk di Indonesia tidak dibarengi dengan pertumbuhan lapangan pekerjaan, dan isu PHK.
BACA JUGA:Tiongkok Hadapi Gelombang Pengangguran
Seperti disampaikan wakil menteri ketenagakerjaan, jumlah PHK di Indonesia sepanjang 2024 mencapai angka mengejutkan, yakni 80 ribu pekerja.
Munculnya kegiatan ekonomi di sektor informal merupakan bagian shadow economy yang perkembangannya tidak mudah dilacak karena mengalami dinamika tinggi baik dalam pendapatan, waktu kerja, dan kegiatan.
Berdasar hasil survei angkatan kerja pada Februari 2024, jumlah pekerja sektor informal di Indonesia terus bertambah dalam lima tahun terakhir. Pada Februari 2024, jumlah pekerja informal naik menjadi 84,13 juta orang atau setara dengan 59,17 persen dari total penduduk yang bekerja. Diperkirakan shadow economy Indonesia 8,3–10 persen dari produk domestik bruto.
BACA JUGA:Angka Pengangguran Tertinggi Ada di Lulusan SMK
Indonesia sebagai negara berkembang tidak mempunyai aturan yang ketat terhadap tumbuhnya aktivitas sektor informal, baik di perkotaan maupun perdesaan. Terlihat di perkotaan, di sepanjang jalan trotoar atau tempat tertentu, banyak pedagang yang menjajakan dagangan seperti makanan, barang kebutuhan sehari-hari, dan lain-lain.
Omzet penjualan mereka bervariasi. Ada yang ribuan, ada pula yang jutaan rupiah per hari. Contoh di YouTube, ada seorang pedagang dari desa yang menjajakan barang dagangan seperti cobek batu dan alat-alat rumah tangga lainnya. Omzet penjualannya sangat kecil sehingga untuk kebutuhan sehari-hari saja tidak cukup.
Namun, ada pedagang kaki lima yang omzet penjualan cukup besar hingga jutaan. Contoh, pedagang pisang goreng tanduk di Jakarta yang beromzet hingga lebih dari Rp 5 juta per hari. Ia pun mempekerjakan beberapa orang. Masih banyak contoh lain tentang pedagang kaki lima beromzet tinggi. Misalnya, kegiatan di pasar tradisional atau bahkan ada pasar-pasar gelap yang disinyalir menjual barang-barang curian.
BACA JUGA:Pengangguran Terdidik; Ancaman Para Wisudawan di Tengah Badai PHK
Di sektor jasa, yang menjadi bagian dari shadow economy, misalnya, adalah jasa tukang pijat, jasa elektronik, dan jasa perbaikan rumah. Beberapa kasus, ada yang berasal dari desa. Mereka mengadu nasib dengan berjualan di kota dan sukses. Beberapa rumah desa permanen ditinggalkan pemiliknya karena mengadu nasib di kota besar.
Misalnya, satu desa di Tegal terkenal dengan warganya yang berjualan di werteg (warung Tegal); Lamongan yang terkenal dengan penjual soto dan ayam penyetan; Wonogiri yang terkenal penjual bakso.
Demikian pula di perdesaan, beberapa shadow economy, antara lain, adanya kegiatan pasar tradisional di desa yang melibatkan banyak pedagang. Juga, pedagang pengepul hasil pertanian di desa yang omzetnya bervariasi dari yang puluhan ribu hingga jutaan rupiah.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: