Pengangguran Terdidik; Ancaman Para Wisudawan di Tengah Badai PHK

Pengangguran Terdidik; Ancaman Para Wisudawan di Tengah Badai PHK

Bagong Suyanto-Foto: Dokumentasi Pribadi-

UNIVERSITAS Airlangga untuk kesekian kalinya menggelar acara wisuda. Sebanyak 741 lulusan dari berbagai fakultas di lingkungan Universitas Airlangga pada 4 Desember 2022 menjalani acara wisuda di gedung Airlangga Convention Center (ACC) Kampus C Surabaya. 

Sama seperti Universitas Airlangga, sepanjang 2022 ini berbagai Perguruan Tinggi (PT) lain di tanah air niscaya juga telah menggelar acara wisuda yang sama.

Wisuda adalah ritual yang selalu dilaksanakan untuk menandai kelulusan anak-anak muda yang telah berhasil menyelesaikan studi. 

Bagi para lulusan PT, wisuda adalah momen yang semestinya membahagiakan. Setelah bertahun-tahun bergelut dengan tugas dan kewajiban akademik, kini mereka bisa bernapas lega. Semua kewajiban kuliah telah terpenuhi. Mereka berhak menyandang gelar sarjana. Itulah gelar yang diidam-idamkan masyarakat. Sebab, tidak semua insan di Indonesia mampu mencapai tahap itu. 

Tetapi, yang menjadi masalah sekarang adalah: apa yang bakal terjadi dan apa yang akan dilakukan para wisudawan pascawisuda nanti? Di tengah badai PHK yang kini melanda berbagai sektor usaha, apa yang berkecamuk di benak para wisudawan niscaya adalah hal-hal yang dilematis. Ketika lapangan kerja yang ada tidak sepadan dengan jumlah lulusan dari berbagai PT yang terus bertambah, bukan tidak mungkin penambahan jumlah lulusan PT hanya akan menambah daftar panjang para pencari kerja di tanah air.

Daftar Panjang Pengangguran

Berbeda dengan situasi sebelum pandemi Covid-19, ketika lapangan kerja masih sangat terbuka, saat ini kondisi perekonomian cenderung suram. Meskipun angka pertumbuhan ekonomi Indonesia dilaporkan masih berkisar 5 persen dan Indonesia disebut-sebut sebagai negara yang tidak terlampau direcoki dampak resesi global, tetapi aktivitas produksi berbagai perusahaan umumnya turun drastis.

Ketika permintaan pasar menurun, sementara biaya produksi naik, maka yang terjadi adalah terjadinya pengurangan jumlah pekerja di sejumlah industri tanah air. PHK kini tidak hanya terjadi di perusahaan-perusahaan kecil-menengah yang kesulitan modal. PHK terjadi dan dialami oleh perusahaan-perusahaan besar yang terpaksa mengurangi karyawan. Terpaksa mem-PHK karena aktivitas produksi tidak lagi sepadan dengan permintaan pasar. 

Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), angka pengangguran Indonesia per Agustus 2022 adalah 8,42 juta. Jumlah tersebut meningkat sekitar 20 ribu jika dibandingkan per Februari 2022. Dari sisi persentase, peningkatan itu juga tampak. Dari 5,83 persen per Februari 2022 menjadi 5,86 persen per Agustus 2022. 

Jumlah dan tingkat pengangguran saat ini belum kembali ke sebelum pandemi. Per Februari 2020, jumlah pengangguran mencapai 6,93 juta dan tingkat pengangguran 4,94 persen. Pada Agustus 2019, jumlah pengangguran mencapai 7,10 juta dengan tingkat pengangguran ada di 5,23 persen.

Yang memprihatinkan, pengangguran sejumlah 8,42 juta itu, sebanyak 13,17 persen di antaranya adalah pengangguran terdidik. Jumlahnya sekitar 1,2 juta orang. Mereka adalah lulusan PT yang tidak segera memperoleh pekerjaan. Kehadiran mereka hanya menambah daftar panjang para pencari kerja di Indonesia.

Sejumlah faktor yang menjadi penyebab angka pengangguran di kalangan lulusan PT tetap mencemaskan. Yang pertama, karena kualifikasi lulusan PT ternyata mismatch dengan kebutuhan pasar kerja. Setiap hari di media massa bisa dibaca berapa banyak lowongan kerja yang ditawarkan. Namun demikian, yang menjadi persoalan adalah kebutuhan pasar kerja yang ada ternyata tidak sesuai dengan kualifikasi lulusan. Sebagian besar lulusan PT umumnya tidak memiliki kemampuan berbahasa Inggris yang baik. Tidak pula memiliki kelebihan dalam pemanfaatan teknologi informasi.

Kedua, tidak didukung adanya kemampuan kewirausahaan para lulusan PT. Banyak lulusan masih memiliki mental menjadi pekerja dan ikut orang lain daripada menciptakan lapangan kerja sendiri. Atau, kalau pun mereka memiliki semangat wirausaha yang baik, tetapi untuk membuka usaha baru yang kreatif di era digital seperti sekarang ini kerap masih terkendala faktor kepemilikan modal. Kebanyakan lulusan PT bukan berasal dari keluarga yang secara ekonomi mapan sehingga peluang mereka untuk mengembangkan usaha mandiri menjadi sangat terbatas.

Ketiga, para lulusan PT menghendaki pekerjaan yang benar-benar sesuai dengan bidang keahlian dan imbalan gaji yang sepadan. Dalam banyak kasus, tidak sedikit lulusan PT bersikap pilih-pilih pekerjaan. Mereka menghendaki bisa bekerja di sektor yang menjanjikan insentif gaji yang menggiurkan. Lulusan PT yang ingin segera mendapatkan pekerjaan yang menjanjikan itu kerap menambah daftar panjang pengangguran di tanah air. Dan harus diakui, meraih apa yang mereka cita-citakan harus diakui bukan hal yang mudah.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: