Menghidupkan Ilmuwan yang Kritis dan Berpihak
ILUSTRASI Menghidupkan Ilmuwan yang Kritis dan Berpihak -Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-
Hanya segelintir intelektual yang masih memiliki keberanian untuk bersikap kritis terhadap praktik-praktik semacam itu.
Di tengah isu-isu sosial politik Indonesia saat ini, seperti pelemahan lembaga antikorupsi, eksploitasi sumber daya alam oleh oligarki, ketidakadilan dalam sistem hukum, serta polarisasi politik berbasis identitas, menunjukkan betapa mendesaknya peran ilmuwan dan intelektual kritis.
Mereka harus berani melawan arus, membongkar realitas yang tidak adil, dan menawarkan solusi alternatif yang berakar pada nilai-nilai keadilan dan kemanusiaan.
Ilmuwan Indonesia juga memiliki tanggung jawab moral untuk membangun kesadaran kolektif di tengah masyarakat. Hal itu mencakup membeberkan bagaimana sistem kapitalisme, politik patronase, dan birokrasi korup telah menciptakan ketimpangan yang sistematis.
Tidak cukup hanya mengidentifikasi masalah, ilmuwan juga harus terlibat aktif dalam proses transformasi sosial, baik melalui edukasi publik, pendampingan masyarakat, maupun keterlibatan dalam kebijakan publik.
Dalam sejarah perjuangan bangsa, ilmuwan dan intelektual memainkan peran penting dalam menciptakan perubahan. Namun, saat ini peran tersebut cenderung memudar di tengah pragmatisme politik dan tekanan ekonomi.
Jika kondisi itu dibiarkan, ilmuwan hanya akan menjadi ”alat tukang” bagi sistem yang menindas, bukan agen perubahan.
Oleh karena itu, tugas utama ilmuwan Indonesia adalah mengembalikan harkat dan martabat keilmuan sebagai kekuatan pembebas yang memihak pada keadilan dan kepentingan masyarakat luas.
TANTANGAN ILMUWAN DAN INTELEKTUAL KRITIS
Sebagau penutup, saya ingin mengakatan bahwa ilmuwan dan intelektual kritis Indonesia masih dihadapkan pada tantangan besar. Letaknya pada keberanian untuk tetap kritis ditengah tekanan dari berbagai pihak.
Mulai pemerintah, korporasi, hingga masyarakat yang terpolarisasi. Ketika kebijakan yang tidak adil dilegitimasi oleh narasi dominan, ilmuwan dan intelektual kritis sering kali menjadi sasaran marginalisasi, pembungkaman, atau bahkan kriminalisasi.
Selain itu, ada tantangan untuk mengatasi sikap permisif dalam dunia akademik dan keilmuan yang sering kali terjebak dalam netralitas semu.
Ilmuwan kritis harus mampu melepaskan diri dari belenggu sistem yang memprioritaskan kepentingan praktis atau keuntungan ekonomi serta berani menempatkan kepentingan masyarakat di atas segalanya.
Tidak kalah penting adalah tantangan membangun solidaritas lintas disiplin dan sektor untuk memperkuat suara kritis. Dalam konteks ketidakadilan sistemik yang kompleks, pendekatan multidimensional sangat diperlukan.
Ilmuwan kritis Indonesia harus mampu menjembatani temuan akademik dengan tindakan nyata yang memberdayakan masyarakat, sekaligus menciptakan ruang dialog yang inklusif di tengah polarisasi politik dan sosial.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: