Panyirep Gemuruh Masjid Peneleh

ILUSTRASI Panyirep Gemuruh Masjid Peneleh. Panyirep Gemuruh adalah kitab karangan KH Wahab Chasbullah yang menceritakan sejarah pelebaran Masjid Peneleh. Masjid Peneleh sendiri dipercaya sebagai peninggalan Sunan Ampel. -Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-
Salah satu penemuan arsip tersebut yang paling lengkap dan penting adalah kitab Panyirep Gemuruh (1924). Kitab yang ditulis KH Abdul Wahab Chasbullah tersebut ditemukan Komunitas Pegon dari perpustakaan K. Sholeh Lateng pada 2017.
Dicetak oleh Percetakan Al-Irsyad Surabaya, kitab itu diterbitkan pada 16 Muharam 1343 H atau bertepatan dengan 17 Agustus 1924, selang beberapa hari setelah dimulainya pelebaran Masjid Peneleh yang diresmikan pemerintah.
Kitab Panyirep Gemuruh ditulis dalam rangka pelebaran Masjid Peneleh yang direncanakan menggunakan area makam sehingga proyek tersebut menimbulkan polemik.
Dengan alasan tersebut, studi hukum Islam dilakukan dengan meneliti makam, studi hukum fikih, meminta fatwa alim ulama (istifta), dan pengkajian melalui bahtsul masail.
KH Abdul Wahab Chasbullah mulai meneliti makam yang ada di sekitar Masjid Peneleh dengan memperkirakan usia makam tersebut. Makam itu bukan makam dari orang yang masyhur, wali, alim, hafal Al-Qur’an (hafiz), atau muazin.
Penelitian dilanjut dengan melihat status kepemilikan tanah dari makam tersebut. Tanah makam itu tidak ada keterangan kepemilikan sehingga dianggap sebagai harta yang tersia-sia.
Untuk menjawab hukum tanah tersebut, dilakukan studi hukum fikih yang merujuk pada beberapa kitab. Di antaranya adalah kitab Jamal Hasyiyah Muhtaj dan Al-Umm.
Selanjutnya adalah meminta fatwa alim ulama (istifta), dalam hal ini kepada Syekh Said Yamani, Syekh Baqir, Kiai Abdul Muhith, dan KH Hasyim Asy’ari.
Metode terakhir adalah pengkajian melalui bahtsul masail dengan mengumpulkan 14 kiai.
Yakni, Kiai Muntoha Bangkalan, Kiai Hasyim Jombang, Kiai Sa’id Ampel Surabaya, Kiai Azhari Surabaya, Kiai Mas Ali Tawangsari Sepanjang, Kiai Mas Abdullah Tawangsari Sepanjang, Kiai Bisri Jombang, Kiai Zakariya Tumenggungan Surabaya, Kiai Sa’id Peneleh Surabaya, Kiai Basuni Peneleh Surabaya, Kiai Faqih Sedayu, Kiai Ahmad Dahlan Kebondalem, dan Kiai Abdul Wahab Kertopaten Surabaya.
Dari 14 kiai tersebut, mayoritas menyetujui proyek pelebaran Masjid Peneleh dengan memindah makam, kecuali Kiai Faqih Sedayu dan Kiai Dahlan Kebondalem.
Dengan temuan penelitian makam, studi hukum fikih, meminta fatwa alim ulama, dan pengkajian melalui bahtsul masail, makam boleh dipindah sehingga tanahnya dapat dimanfaatkan untuk pelebaran Masjid Peneleh.
Dengan hasil tersebut, proyek pelebaran Masjid Peneleh digarap seperti yang diterangkan dalam arsip koran De Indische Courant tanggal 13 Agustus 1924. (*)
*) Muhamad Rohman Obet adalah asisten peneliti SEANNET Surabaya dan tendik FIB Unair
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: