Start-up Model Kegagalan eFishery

ILUSTRASI Start-up Model Kegagalan eFishery.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-
Bukalapak adalah contoh fenomena start-up marketplace satu-satunya asli Indonesia, yang kemudian dibiayai MV asing, lalu dilikuidasi, agar Indonesia hanya jadi pasar asing.
Itu adalah pola modus MV asing. Yakni, membiayai lima start-up sejenis, kemudian empat di antaranya dimatikan untuk mendukung satu start-up yang diikonkan, dengan kepemilikan yang di atas 50 persen.
Jadi, kita harus jeli saat melihat start-up berlomba-lomba menaikkan value, dengan berkontes ria melakukan pitching di event-event internasional, yang semangatnya seperti mahasiswa yang pengin ikut lomba PKM nasional.
Padahal, ini bisnis, bukan lomba PKM mahasiswa. Esensi bisnis bukan cuma idea generation, melainkan juga keseimbangan antara ide dan aksi, antara perencanaan dan implementasi, yang dinamis dan selalu berubah.
Jadi, ini masalah bukan hanya skill, melainkan juga mental petarung dan kultur kejujuran serta kerja yang fokus.
Start-up yang sukses seperti ”W” yang pernah saya advis di Yogyakarta, style founder tidak mewah-mewah meski omzetnya ratusan miliar per tahun.
Mereka bersama tim biasa tidur setelah subuh dan bangun pukul 12 siang untuk kerja hingga subuh lagi. Memang tidak sehat, tapi itulah style kerja anak-anak muda yang tangguh.
Dan, mereka benar-benar fokus pada produknya serta pengembangan value chain produk extended-nya, bukan mencari bidang-bidang baru yang tak menghasilkan sinergi produk.
Kurikulum start-up yang diajarkan MV asing begitu mereka masuk mendanai memang ada dua.
Yaitu, bakar-bakar duit untuk mendapatkan valuasi tinggi (via iklan dan gaji wow) serta exit strategy (baik sebelum besar hingga saat go public).
Pembentukan pola pikir itulah yang memupus harapan hadirnya start-up lokal tangguh. Sebab, terbukti, katakanlah founder Bukalapak dapat triliunan uang dari menjual ke MV asing. Namun, ternyata, ketika membangun start-up baru, mereka tidak bisa berkibar lagi.
Semoga anak muda kita tidak bermimpi muluk jadi inovator sukses kalau tidak fokus, tidak istiqamah, dan tidak mampu kerja beyond usual.
Pun, jangan lupa, begitu Anda mulai dengan produk bagus, janganlah cepat mengakhiri karena keuntungan sesaat, dengan alasan Anda bisa membuat start-up baru lagi.
Pengalaman membuktikan bahwa kreasi pertama ide start-up itu tak tergantikan. (*)
*) Arman Hakim Nasution adalah kepala Pusat Kajian Kebijakan Publik, Bisnis, dan Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Surabaya
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: