Melestarikan Ngideri Dhisah di Bondowoso

ILUSTRASI Melestarikan Ngideri Dhisah di Bondowoso.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-
INDONESIA adalah negeri yang kaya budaya dan tradisi. Mengingat, para leluhur terdahulu mewariskan begitu banyak ilmu pengetahuan, cara hidup, akal budi, dan pikiran yang dikemas dalam wujud seperti adat istiadat, bahasa, dan sistem kehidupan secara turun-temurun.
Salah satunya adalah tradisi bernama ngideri dhisah. Yakni, upacara adat yang lestari dilaksanakan di Desa Ramban Kulon, Kecamatan Cermee, Kabupaten Bondowoso.
Dikutip dari media sosial resmi Dinas Pariwisata, Kabupaten Bondowoso, tradisi ngideri dhisah akan dilaksanakan pada Oktober tahun ini. Mengusung nilai-nilai kebersamaan dan gotong royong, ngideri dhisah menjadi tradisi yang amat ditunggu masyarakat Cermee.
Istilah ngideri dhisah berasal dari bahasa Madura. ”Ngideri” berarti mengelilingi, dan ”dhisah” berarti desa. Secara harfiah, arti ngideri dhisah adalah kegiatan ritual dengan mengelilingi desa. Tradisi itu telah berlangsung sejak tahun 1600 dan diyakini telah melewati tujuh generasi.
Tradisi yang ternyata telah berumur sangat lama itu sekaligus mengandung nilai-nilai spiritual, sosial, dan sejarah yang besar.
Selain bertujuan sebagai upacara pelaksanaan bersih desa, ngideri dhisah merupakan tradisi yang ditujukan untuk menghormati tanah yang menjadi tempat tinggal warga, sekaligus mengenang jasa para leluhur.
Berdasar sejarah, ngideri dhisah erat kaitannya dengan Raden Imam Asy’ary. Ia adalah tokoh yang diutus Kerajaan Demak untuk menyebarkan agama Islam di wilayah timur, termasuk Panarukan.
Tradisi itu dilangsungkan dengan mengumpulkan para warga dan berjalan mengelilingi desa sambil membawa sesajen sebagai simbol syukur dan penghormatan terhadap alam semesta.
Prosesi itu biasanya diiringi dengan doa bersama yang dipimpin tokoh adat atau ulama setempat. Ritual ngideri dhisah juga sering diisi dengan pertunjukan seni tradisional, seperti tarian dan musik khas daerah yang makin menambah kekhusyukan serta kekayaan budaya dalam prosesi penting itu.
Namun, meski memuat makna yang dalam dan sejarah yang panjang, tradisi ngideri dhisah masih belum dikenal secara luas oleh masyarakat di luar daerah Bondowoso.
Minimnya penelitian dan publikasi tentang ngideri dhisah kian membuat tradisi itu kurang mendapat perhatian yang seharusnya.
MINIM PUBLIKASI DAN PENELITIAN
Memuat nilai sejarah dan budaya yang begitu tinggi tidak berarti ngideri dhisah menjadi populer di kalangan masyarakat luas. Hingga saat ini, tradisi ngideri dhisah masih jarang mendapat perhatian dalam kajian akademik dan publikasi budaya.
Penelitian tentang tradisi ngideri dhisah sangat terbatas sehingga belum banyak yang memahami makna dan filosofi. Padahal, dengan penelitian yang lebih mendalam, tradisi itu dapat dikaji sebagai bagian dari kekayaan budaya Nusantara yang patut dijaga dan diwariskan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: