Kejagung Kembali Periksa Empat Saksi Kasus Korupsi Pertamina

Harli Siregar dalam prescon di gedung Kejagung RI-Akun YouTube @kejaksaanri3625-
HARIAN DISWAY - Kejaksaan Agung melalui Tim Jaksa Penyidik Khusus pada Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (JAM PIDSUS) memeriksa empat orang saksi lagi terkait dengan perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina (Persero) Sub Holding dan Kontraktor Kontrak Kerjasama (KKKS) tahun 2018-2023 pada Jumat, 7 Maret 2025.
Adapun keempat saksi yang dipanggil adalah TA Dirjen Migas pada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tahun 2020-2024, ES Dirjen Migas pada Kementerian ESDM tahun 2019-2020.
Kemudian CJ Analyst Light Distillato Trading pada Integrated Supply Chain PT Pertamina (Persero) periode 2019-2020 dan terakhir AYM Koordinator Pengawasan BMM BPH Migas.
Keempat saksi tersebut diperiksa oleh Kejagung dengan perkara tindak pidana korupsi minyak mentah pada produk kilang PT Pertamina Patra Niaga tahun 2018-2023 atas nama tersangka YF dkk.
BACA JUGA:Kejagung Periksa Sembilan Saksi Baru Kasus Korupsi Minyak Pertamina
"Pemeriksaan keempat saksi ini dilakukan untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan dalam perkara yang dimaksud," ungkap Harli.
Kepala Pusat Penerangan Hukum itu belum memberikan keterangan terkait materi apa saja yang diberikan oleh penyidik terhadap keempat saksi.
Sebelumnya Kejagung telah menetapkan tujuh orang tersangka dalam kasus korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang Pertamina KKKS 2018-2023.
Ketujuh tersangka tersebut mulai dari RS Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, YF Direktur Utama PT Pertamina International Shipping.
BACA JUGA:Kejagung Periksa Tiga Saksi dan Tujuh Tersangka Kasus Pertamina
Kemudian anak dari RC yaitu MK yang menjabat sebagai benefical Owner PT Navigator Khatulistiwa.
Pada intinya kasus ini melibatkan penyelenggara negara dengan broker, kedua belah pihak diduga saling bekerja sama dalam pengaturan proses pengadaan impor minyak mentah dan impor produk kilang periode 2018 hingga 2023.
Adapun akibat kerja sama yang melanggar hukum itu negara harus menanggung kerugian sebesar Rp 193,7 triliun. Hal ini digadang-gadang sebagai mega korupsi yang pernah terjadi di Indonesia mengalahkan kasus korupsi PT Timah yang menyebabkan kerugian sebesar Rp 271 triliun. (*)
*) Mahasiswa Magang Prodi Ilmu Komunikasi UIN Sunan Ampel Surabaya
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: