Warga Myanmar yang Terpaksa Hidup dari Opium karena Konflik

Warga Myanmar yang Terpaksa Hidup dari Opium karena Konflik

PETANI MUDA di antara tanaman opium di kota Pekon, di perbatasan negara bagian Karen dan Shan. Setiap tahun, Myanmar memanen lebih dari 1.000 ton opium.-AGENCE FRANCE-PRESSE-

"Siapa pun yang berada di posisi saya, kemungkinan besar akan melakukan hal yang sama," ujar Aung Hla.

Produksi opium Myanmar sebelumnya berada di posisi kedua. Nomor satu adalah Afghanistan. Penanaman opium berkembang pesat pesat setelah invasi yang dipimpin AS pasca serangan 11 September 2001.

Namun pemerintah Taliban akhirnya melancarkan kebijakan tegas soal opium. Tanaman itu dilarang. Akhirnya, pada 2023, Myanmar menggeser Afghanistan sebagai produsen opium terbesar di dunia. Itu berdasar catatan Kantor PBB untuk Narkoba dan Kejahatan (UNODC).

BACA JUGA:Indonesia Kalahkan Myanmar 1-0, Kemenangan Perdana dan Cleansheet di Piala AFF 2024

BACA JUGA:Dramatis! EVOS Holy Indonesia Pulangkan AI Esports Myanmar di ESL Snapdragon S6

Nilai ekonomi opium Myanmar mencapai USD 589 juta hingga USD 1,57 miliar. Itu termasuk untuk konsumsi domestik hingga ekspor ke luar negeri.

Penanaman dan produksi opium di Myanmar sedikit menurun antara 2023-2024. Sebab, ada bentrokan terus menerus antara kelompok-kelompok bersenjata.

Tetapi, daya tarik opium tetap tak tergoyahkan. Karena itu, saban September dan Februari, puluhan pekerja bekerja muncul di ladang-ladang di Pekon. Mereka mengiris polong biji opium yang masih muda. Dari situ muncul sedikit getah berwarna cokelat lengket.

Aung Naing, 48, dengan lembut memindahkan getah yang dikumpulkan dari sebuah wadah kecil ke atas piring daun. Ia tampak terakhir. Maklum, Aung Naing memang pernah menjadi petani opium sebelum kudeta. Dan kesulitan hidup akibat perang memaksa Aung Naing kembali membudidayakan tanaman itu.

"Sekarang, yang menanam lebih banyak. Orang sulit mencari mata pencaharian,’’ katanya. 

"Kebanyakan petani yang menanam opium adalah orang-orang yang mengungsi," lanjutnya. "Penduduk yang terusir desa mereka dan melarikan diri ke hutan kini bekerja di ladang opium," tambah Aung Naik

Di wilayah perbatasan Myanmar, kelompok bersenjata etnis, milisi perbatasan, dan militer semuanya bersaing untuk menguasai sumber daya lokal dan perdagangan narkoba yang menguntungkan.

Aung Naing mengatakan bahwa opium sebenarnya tidak banyak memberikan keuntungan. Kira-kira sedikit di atas keuntungan tanaman pangan seperti jagung, kedelai, atau kentang.

Dan tanaman ongkos produksi tanaman itu lebih mahal daripada padi. Juga membutuhkan lebih banyak tenaga kerja serta pupuk mahal. Hasil panen pun sedikit.

Kata Aung Naing, ia hanya mendapatkan keuntungan sekitar USD 30 per kilogram. ’’Darimana bisa kaya?’’ katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: