Refleksi Ramadan: Berharap Kepemimpinan Indonesia yang Lebih Empatik

ILUSTRASI Refleksi Ramadan: Berharap Kepemimpinan Indonesia yang Lebih Empatik.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-
John Watson, seorang psikolog terkenal dengan teori behaviorisme, berpendapat bahwa perilaku manusia dipengaruhi lingkungan dan pembelajaran. Ia menekankan bahwa manusia tidak dilahirkan dengan sifat tertentu, tetapi sifat-sifat tersebut berkembang dari pengalaman dan interaksi dengan lingkungan.
Itu berarti bahwa seorang pemimpin dapat belajar untuk menjadi lebih baik berdasarkan pengaruh lingkungan dan respons terhadap tantangan yang dihadapi. Pemimpin yang tumbuh dalam lingkungan yang mendukung nilai-nilai seperti keadilan, empati, dan kerja sama akan cenderung menampilkan perilaku yang lebih positif dan lebih memperhatikan kepentingan rakyat.
Namun, pemimpin yang dikelilingi pujian berlebihan, ketidakadilan, dan keserakahan bisa cenderung mengembangkan sifat narsistik yang berbahaya. Hal itu menunjukkan pentingnya memilih pemimpin yang memiliki pengalaman hidup yang dapat membentuk karakter mereka secara positif dan mengutamakan kesejahteraan bersama.
Negeri ini membutuhkan pemimpin dengan integritas, bukan sekadar pemimpin yang memiliki kepercayaan diri yang tinggi, tetapi juga pemimpin yang mampu mendengar, merangkul, dan bekerja untuk kepentingan bersama. Integritas adalah kualitas utama yang seharusnya dimiliki setiap pemimpin.
Selain itu, pemimpin yang ideal adalah pemimpin yang mampu menginspirasi masyarakat untuk bekerja sama mewujudkan visi dan misi bangsa. Pemimpin dengan NPD sering kali merasa bahwa mereka adalah pusat dari segala sesuatu.
Akibatnya, mereka cenderung tidak mampu membangun kerja sama yang solid antara berbagai elemen masyarakat. Sebaliknya, pemimpin yang berintegritas mampu menghargai kontribusi setiap individu dan mendorong kolaborasi demi kemajuan bersama.
HARAPAN UNTUK INDONESIA
Melalui refleksi yang terjadi di bulan Ramadan ini, kita sebagai bangsa seharusnya memiliki harapan besar untuk Indonesia yang lebih baik. Kita harus berdoa dan berusaha agar negara ini dijauhkan dari bahaya pemimpin narsistik yang lebih mementingkan diri sendiri daripada rakyat.
Kita harus bersama-sama mencari dan mendukung pemimpin-pemimpin yang memiliki visi besar untuk kemajuan Indonesia, yang berani mengambil langkah-langkah konkret untuk mengatasi ketimpangan sosial, meningkatkan kualitas pendidikan, memperbaiki sistem kesehatan, dan menciptakan lapangan pekerjaan yang layak bagi seluruh rakyat Indonesia.
Indonesia harus menuju Indonesia emas, yaitu Indonesia yang tidak hanya makmur secara ekonomi, tetapi juga berkeadilan sosial dan bermartabat.
Untuk mencapai itu, kita membutuhkan pemimpin yang tidak terjebak dalam ego pribadi, tetapi yang memiliki visi yang jelas dan komitmen untuk mewujudkannya. Di sanalah peran kita, sebagai rakyat, sangat penting.
Kita harus lebih selektif lagi melihat pemimpin, tidak hanya berdasarkan popularitas, tetapi lebih kepada kemampuan dan integritas mereka untuk membawa Indonesia menuju masa depan yang lebih baik. (*)
*) H. Abdul Azis adalah dosen psikologi FIPP UNNES; pengasuh Pesantren Cahaya Assa’adah, Semarang; dan Psikolog dan sekretaris Majelis Psikologi Wilayah Jawa Tengah.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: