Ladang Ganja di Zona Terlarang TNBTS (Bagian II-Selesai)

Ladang Ganja di Zona Terlarang TNBTS (Bagian II-Selesai)

Ladang ganja yang ditemukan di kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS).--


Probo Darono Yakti, Pemerhati Rezim Lingkungan Internasional FISIP UNAIR.--

PENEMUAN ladang ganja di kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) menjadi momentum untuk mengevaluasi ulang sistem pengelolaan taman nasional di Indonesia. Kasus ini menyoroti berbagai permasalahan, termasuk birokrasi yang berbelit-belit dan ketergantungan pada kementerian tertentu, dalam hal ini Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Lemahnya pengawasan, minimnya patroli di lapangan, serta kurangnya koordinasi antarlembaga semakin memperburuk kondisi pengelolaan kawasan konservasi. Dengan sistem yang ada saat ini, pengambilan keputusan dan respons terhadap ancaman lingkungan menjadi lambat dan tidak efektif. Jika dibiarkan, kondisi ini dapat mengancam kelestarian taman nasional sebagai kawasan lindung. Sebagai alternatif, Indonesia dapat mempertimbangkan model pengelolaan taman nasional seperti yang diterapkan di Amerika Serikat (AS).

Struktur dan Birokrasi Taman Nasional AS

Di AS, taman nasional dikelola oleh National Park Service (NPS), sebuah badan independen di bawah Departemen Dalam Negeri. Kesatu, NPS memiliki kewenangan penuh dalam mengelola kawasan konservasi, termasuk pengamanan, penegakan hukum, dan kebijakan konservasi. Setiap taman nasional memiliki ranger yang bertindak sebagai otoritas utama di dalam kawasan, dengan kemampuan mengambil keputusan langsung tanpa harus melalui rantai birokrasi yang panjang. Model ini memungkinkan respons yang cepat terhadap ancaman dan pelanggaran di taman nasional.

Kedua, model pengelolaan taman nasional di AS memungkinkan keseimbangan antara konservasi dan pemanfaatan ekonomi. Meskipun taman nasional menjadi tujuan wisata utama, regulasi yang ketat diberlakukan untuk memastikan kepentingan ekologis tidak dikorbankan demi keuntungan ekonomi. Laporan National Park Service tahun 2022 menunjukkan bahwa pengelolaan pariwisata di taman nasional dirancang agar tidak merusak ekosistem. Hal ini berbeda dengan Indonesia, di mana kepentingan ekonomi, baik dari pariwisata maupun eksploitasi sumber daya, sering kali mendahului kepentingan konservasi.

Kelemahan Pengelolaan Taman Nasional di Indonesia

Saat ini, terdapat 54 taman nasional di Indonesia, termasuk beberapa yang baru dibentuk di Bangka Belitung, Sulawesi, dan Sumatra. Namun, sistem pengelolaannya masih menghadapi berbagai kendala. Kesatu, birokrasi yang panjang dan tidak efisien membuat pengambilan keputusan menjadi lambat. Kantor TNBTS, misalnya, berada di Malang, tetapi pelaporannya harus melewati berbagai tingkatan mulai dari direktur, dirjen, staf ahli, hingga menteri. Proses ini menyebabkan keterlambatan dalam menangani masalah di lapangan. Data KLHK tahun 2023 menunjukkan bahwa waktu respons terhadap pelanggaran di taman nasional sering kali memakan waktu berbulan-bulan.

BACA JUGA:Ladang Ganja di Zona Terlarang TNBTS (Bagian I)

BACA JUGA:Soal 59 Ladang Ganja yang Ditemukan di Bromo, Kemenhut Tegaskan Tak Terkait Pembatasan Drone

Kedua, kurangnya koordinasi antar lembaga memperburuk efektivitas pengelolaan taman nasional. Ketika terjadi pelanggaran, koordinasi antara KLHK, kepolisian, dan Badan Narkotika Nasional (BNN) sering kali tidak optimal. Masing-masing lembaga memiliki kewenangan terbatas dalam lingkupnya sendiri, sehingga penanganan kasus seperti ladang ganja menjadi tidak efektif. Laporan BNN tahun 2023 mencatat bahwa lemahnya sinergi antar lembaga menyebabkan banyak kasus pelanggaran lingkungan tidak tertangani dengan baik.

Ketiga, minimnya otoritas petugas lapangan yakni polisi hutan membuat pengawasan kurang efektif. Berbeda dengan ranger di AS yang memiliki kewenangan penuh untuk mengambil keputusan dan menindak pelanggaran, petugas di Indonesia masih harus menunggu arahan dari kementerian. Tidak jarang, keputusan ini dipengaruhi oleh kepentingan politik dan ekonomi, yang membuat penegakan hukum menjadi tumpul. Sebuah studi Universitas Gadjah Mada tahun 2022 mengungkapkan bahwa banyak petugas di lapangan merasa tidak memiliki kewenangan yang cukup untuk menindak pelanggaran.

Urgensi untuk Pembentukan Badan Taman Nasional yang Independen

Untuk mengatasi berbagai permasalahan ini, Indonesia perlu mempertimbangkan pembentukan Badan Taman Nasional yang memiliki status sejajar dengan lembaga seperti BNN, BNPT, BNPB, BMKG, dan BRIN. Jika taman nasional tidak lagi berada di bawah kementerian tertentu, maka pengelolaannya bisa lebih independen, tanpa campur tangan kepentingan politik dan ekonomi.

Kesatu, pembentukan badan independen ini akan meningkatkan efisiensi birokrasi. Keputusan dapat diambil langsung tanpa melalui proses administrasi yang panjang di kementerian, sehingga respons terhadap ancaman lingkungan bisa lebih cepat. Dalam situasi darurat, seperti kebakaran hutan atau perambahan ilegal, kecepatan dalam mengambil keputusan menjadi faktor yang sangat krusial.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: