Hukum Nir-nurani, Keadilan Ilusi

ILUSTRASI Hukum Nir-nurani, Keadilan Ilusi.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-
BACA JUGA:Israel Larang UNRWA, Langgar Hukum Internasional
BACA JUGA:Kusut Hukum di Kasus Jessica Wongso
Namun, hal itu tidak berarti kita boleh berpuas diri dengan sistem hukum yang ada. Upaya menciptakan hukum yang lebih baik (ius constituendum) tetap diperlukan agar keadilan dapat dirasakan seluruh masyarakat.
Reformasi hukum harus terus dilakukan, terutama dalam memastikan transparansi dan akuntabilitas aparat penegak hukum.
Penegak hukum bukan sekadar aparat yang menerapkan aturan, melainkan juga individu yang membawa nilai-nilai keadilan dalam tugasnya. Jika hukum diterapkan tanpa adanya nilai moral, hukum tersebut kehilangan jiwanya.
BACA JUGA:Hukuman bagi Kejahatan Pencongkel Mata
BACA JUGA:Bebasnya Ronald Tannur Bukti Tumpulnya Nurani Penegak Hukum
Hukum tanpa jiwa hanyalah menjadi alat yang dingin dan kaku. Ibarat zombi, fisik tanpa jiwa –a body without soul– yang kehadirannya hanya menakutkan bagi mereka yang berjumpa dengannya.
Jelas, hal itu lebih menguntungkan bagi para pemegang kekuasaan daripada mereka yang mencari keadilan sejati.
Oleh karena itu, moralitas dalam penegakan hukum bukan hanya pelengkap, melainkan aspek fundamental yang menentukan apakah hukum benar-benar dapat memberikan manfaat bagi masyarakat.
BACA JUGA:Bukti Hukum dari Terlapor Rektor Universitas Pancasila
BACA JUGA:Pelaku Perundungan di SMA Binus Jangan Dihukum Berat
Seorang penegak hukum yang baik (dan pejabat publik) harus memiliki tiga prinsip utama: ketegasan dalam menjalankan aturan, kejujuran dalam menilai kasus, dan empati terhadap mereka yang mencari keadilan.
Tanpa prinsip itu, hukum bisa berubah menjadi alat represi yang merugikan kelompok rentan. Maka dari itu, kualitas moral seorang hakim, jaksa, polisi, pengacara, dan pejabat publik harus menjadi perhatian utama dalam sistem hukum kita.
TIGA KONSEP ULPIANUS
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: