Hukum Nir-nurani, Keadilan Ilusi

Hukum Nir-nurani, Keadilan Ilusi

ILUSTRASI Hukum Nir-nurani, Keadilan Ilusi.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-

DINAMIKA sosial-politik di Indonesia saat ini –jika diperhatikan– sangat menarik. Dari berbagai sudut pandang, kita dapat menilainya dengan beragam cara, bergantung perspektif yang kita ambil dan pilih. 

Mulai pengesahan UU TNI, pergulatan dalam merampungkan RUU KUHAP, karut-marut korupsi di berbagai lini, tekanan terhadap jurnalisme dan kebebasan pers, komunikasi pejabat publik yang tidak semestinya, pergolakan ekonomi dalam negeri akibat kondisi global, peningkatan pengangguran dan kemiskinan sektoral, serta berbagai persoalan lainnya. 

Dalam situasi itu, menurut saya, pemerintah harus terus berupaya meningkatkan kepercayaan publik dalam setiap keputusan yang diambil.

BACA JUGA:Perspektif Hukum terhadap SHM dan SHGB di Laut

BACA JUGA:Saksi Ahli Dapat Dipidanakan? Menimbang Hukum dan Keadilan

OPTIMISME B.M. TAVERNE

Mengamatinya, teringat catatan kuliah saya di pascasarjana ilmu hukum Universitas Bhayangkara Surabaya (2021) dalam mata kuliah teori hukum yang diampu Dr. Bernard L. Tanya, S.H., M.H. 

Beliau menegaskan bahwa integritas moral seorang penegak hukum atau pejabat publik jauh lebih penting daripada sistem hukum itu sendiri. 

Dalam perkuliahan tersebut, beliau mengutip seorang ahli hukum Belanda, B.M. Taverne (1874–1944): Geef me goede rechter, goede rechter commissarissen, goede officieren van justitie en goede politie ambtenaren, en ik zal met een slecht wetboek van straftprosesrecht het goede beruken

BACA JUGA:Mencermati Vonis Ringan Hukuman Korupsi Timah, Dibutuhkan Hakim 'Gila' untuk Kasus Korupsi

BACA JUGA:Hukum Waris Adat dalam Perspektif Keadilan Gender

’Beri saya hakim yang baik, komisaris yang baik, jaksa yang baik, dan petugas kepolisian yang baik, maka dengan kitab hukum acara pidana yang buruk sekalipun, saya akan mencapai keadilan.’

Menarik pernyataan itu. Artinya, jika kita memiliki hakim, jaksa, dan aparat penegak hukum yang berintegritas, meskipun sistem hukum yang ada memiliki kekurangan, keadilan tetap dapat ditegakkan. 

Sebaliknya, meskipun hukum telah dirancang dengan baik, tanpa penegak hukum dan pejabat publik yang berintegritas, hukum dan kebijakan hanya akan menjadi aturan tanpa makna –ibarat tong kosong yang nyaring bunyinya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: