Rumah Gemah Ripah dan Upaya Menumbuhkan Budaya Apresiasi

Rumah Gemah Ripah dan Upaya Menumbuhkan Budaya Apresiasi

Rumah Gemah Ripah dan penggemar memiliki kesamaan dalam mengapresiasi musik dan seni pertunjukan. -flickr-Pinterest

HARIAN DISWAY - Januari 2025, Surabaya didatangi oleh band hard core dari Italia, Golpe, dalam rangka tour South East Asia. Menuntaskan pentas di depan 200-an penggemar di venue yang begitu intim, Personal Horror Altar. 

Tak lain di balik itu semua adalah ulah dari Rumah Gemah Ripah. Kolektif yang tahun ini berumur tak muda lagi, 9 tahun. Rumah Gemah Ripah atau biasa disebut RGR adalah inisiatif dari kumpulan pemuda dari Surabaya yang pada awalnya hanya untuk menyalurkan hobby dalam dunia musik.

Pada tahun pertama terbentuk, RGR berhasil menuntaskan 10 panggung Bojakrama, sebutan dari pentas yang dibuat oleh RGR. Bojakrama sendiri adalah bahasa sansakerta yang artinya berpesta sambil makan dan minum.

BACA JUGA: Britpop Party di Jakarta, Semarak Perayaan Nostalgia dan Identitas Budaya

RGR bersaksi bahwa rugi adalah hal yang lumrah mereka dapati pada tahun-tahun awal, namun nominal kerugian sampai saat ini masih bisa ditambal dengan menggunakan dana pribadi. RGR sadar betul akan konsekuensi membuat suatu seni pertunjukan yang hanya bersumber dari pendapatan tiket.

Hal tersebut lantas tak membuat RGR berkompromi dengan alternatif sumber pendanaan instan yang sering kali mengekang kreativitas. RGR memilih jalan terjal demi menjaga stabilitas keuangan.

Pendanaan Alternatif

Pada tahun 2020 covid-19 merebak, semua industri showbiz dipaksa tiarap dalam waktu yang tiada yang tahu ujungnya. Di tahun 2021 RGR mencoba comeback sekaligus meramu pendanaan baru, tapi masih bersetia dengan ide no ticket no show.

BACA JUGA: Era Baru Pemberedelan Musik dan Budaya

“Ini adalah momen yang tepat karena pasca-COVID, masyarakat jauh lebih aware mengenai bagaimana sudah selayaknya biaya produksi sebuah pentas dapat dibebankan seluruhnya melalui penjualan tiket.” Kata Ega, salah satu pendiri RGR

RGR menyadari satu hal bahwa pendanaan melalui tiket memiliki kerapuhan dalam hal keberlanjutan. Untuk mengakali hal tersebut, RGR membentuk sebuah unit lisensi yang nantinya akan diproyeksikan sebagai penyokong dana pentas selain dari pendapatan utama yaitu penjualan tiket.

Unit lisensi yang dimaksud adalah unit yang mengurus lisensi dari band yang akan tampil pada pentas RGR untuk dijadikan sebuah produk seperti kaos, totebag, dan berbagai macam cenderamata.


Kemajuan teknologi ini seharusnya menjadi jembatan untuk menciptakan karya-karya musik yang orisinal. -ElasticComputeFarm-Pixabay

BACA JUGA: Catatan Bojakrama Vol. 19 2023 Menghentak Surabaya

“Tarif tiket pentas kami selalu dan hanya berasal dari pertimbangan produksi,” kata Ega yang menegaskan bahwa tak pernah ada motif yang lain selain keberlanjutan pentas.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: