Eksotika Bukit Sylvia dan Pantai Wae Cicu, Labuan Bajo

Eksotika Bukit Sylvia dan Pantai Wae Cicu, Labuan Bajo

Naik perahu, menyusuri gugusan pulau-pulau kecil di Pantai Wae Cicu, Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur.-Guruh DN-HARIAN DISWAY

Aksesnya pun semua sudah beraspal. Mulus. Lancar. Tidak ada kemacetan. Dari atas Bukit Sylvia, semuanya tampak. Termasuk Pantai Wae Cicu yang tak jauh dari situ. 

Setelah asyik mengambil foto di Bukit Sylvia, kami diajak ke Pantai Wae Cicu. Dari atas jalan perbukitan, lalu menurun.

BACA JUGA:Gema Nusa Project dan Tate Kind Art, Seni Tradisi Manggarai Barat Membuka International Golo Mori Jazz 2025

Pantai Wae Cicu adalah pantai berpasir. Pulau-pulau kecil tentu terlihat sangat dekat. Tampak seperti bukit-bukit yang mengapung. 

Di pantai itu banyak perahu-perahu yang ditambatkan. Termasuk perahu kayu, speed boat dan kapal phinisi. Pengunjung pun bisa naik perahu atau bermain kano. Tinggal menghubungi kafe Wae Cicu yang dikelola warga sekitar.

"Kalau naik perahu, 300 ribu untuk enam orang, kakak. Kalau naik kano, cukup 100 ribu saja," kata Foyentinus Agung, salah seorang karyawan yang bekerja di Kafe Wae Cicu. Kami pun patungan untuk naik perahu. Rutenya berputar mengelilingi pulau-pulau kecil itu.

BACA JUGA:International Golo Mori Jazz 2025: Maliq & D'Essentials Bikin Romantis, Tohpati Kenang Elfa Secioria

Perahu yang kami tumpangi dikemudikan oleh Sarman Aditya. Warga lokal. Masih sangat muda. Posturnya kurus tapi cekatan. Ia dengan lihai mengemudikan perahu diesel itu. Mengantar kami bergantian. Dibagi dalam tiga kloter.

Saat tiba giliran kloter Harian Disway dan lima orang lain, Sarman mengatakan, "Mohon maaf, nanti kita singgah untuk isi bensin dulu." Kami setuju. Ia mengemudikan perahunya. Menuju sebuah kapal phinisi yang ada di situ. 


Pantai Wae Cicu, pantai memesona yang eksotik di Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur.-Guruh DN-HARIAN DISWAY

Sarman mengetuk dinding kayu phinisi tersebut. "Isi bensin," katanya. Lalu muncullah seorang pria dari perahu tersebut. "Oh, Sarman. Tunggu," ujarnya. Sejenak masuk, kemudian keluar kembali membawa jerigen berisi bahan bakar.

BACA JUGA:Andien Kenang Titiek Puspa dalam International Golo Mori Jazz 2025, Bawakan Kupu-Kupu Malam dan Bimbi

Bensin terisi penuh. Kami melanjutkan perjalanan. Memutar, melihat pulau-pulau itu dari dekat. Tebing-tebing batu padas. Camar-camar laut hinggap di ranting-ranting pohon. Dua ekor melesat ke atas. Kemudian seakan menari berdua dengan membentangkan sayap. Meliuk naik-turun.

Pulau-pulau itu sebenarnya punya nama. Tapi Sarman dan beberapa warga lokal tak begitu hapal. Karena jumlah pulaunya cukup banyak.

"Tapi ada satu pulau yang kami sebut 'Pulau Monyet'. Karena di pulau itu banyak monyetnya," kata remaja 17 tahun itu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: harian disway