Mengenal Male Gaze dan Female Gaze dalam Film

Ilustrasi male gaze pada film Rear Window-Alfred Hitchcock-
Adegan itu mencerminkan teori Laura Mulvey yang menyatakan bahwa gaze atau "tatapan" dalam film memiliki struktur patriarki. Laki-laki berperan aktif sebagai subjek yang “menatap”. Sementara perempuan diposisikan sebagai objek yang “ditatap”.
Teori Mulvey dalam konteks itu sangat cocok dengan teori Jonathan Schroeder di atas yang menjelaskan sisi psikologis gaze.
Dalam kerangka itu, tokoh perempuan kerap menjadi objek seksual. Hadir bukan karena peran penting dalam cerita. Melainkan sekadar sebagai pemanis visual atau eye candy.
BACA JUGA:Refleksi Hari Perempuan Internasional: Dari Latar ke Layar
Mengenal Female Gaze
Female gaze hadir sebagai perlawanan dari male gaze yang mendominasi dunia sinema. Memperjuangkan representasi perempuan yang tidak lagi menjadi objek, melainkan manusia yang kompleks dan memiliki otonomi.
Itu menjadi kesempatan sebagai sutradara dan penulis perempuan untuk memberikan dan menantang perspektif baru yang bisa berbeda jauh dari perspektif pria. Utamanya dalam membentuk citra perempuan di layar lebar.
BACA JUGA:Fenomena Femisida, Kekerasan Gender Ekstrem yang Terus Terulang
Sehingga muncullah genre baru: Woman's Film. Berfokus pada cerita perempuan. Mereka direpresentasikan layaknya perempuan pada umumnya. Yakni memiliki kelemahan, perasaan, dan pemikirannya sendiri.
Film 20th Century Women menunjukkan beberapa tokoh perempuan yang kompleks. Salah satunya Abbie. Dia memiliki rambut pendek berwarna merah yang sering terlihat acak-acakan. Penampilannya jauh berbeda seperti perempuan dalam film male gaze.
Abbie pada film 20th Century Women adalah salah satu tokoh female gaze.-Mike Mills-
Dia bergelut dengan rumitnya menjadi wanita di usia 20-an. Kehidupan asmaranya juga tidak berjalan mulus karena kesehatan mentalnya yang menurun.
BACA JUGA:Tayangan Media dan Stereotip Gender
Kompleksnya karakter Abbie menunjukkan bahwa perempuan bukanlah objek semata. Hal itu memungkinkan penonton untuk mengetahui pengalaman, memahami pikiran, dan perasaan karakter.
Maka, semakin bertambahnya sutradara perempuan dan pemikiran kritis penonton, itu semua akan membantu mewujudkan hak perempuan maupun laki-laki. Yakni untuk melihat representasi diri mereka yang manusiawi di layar lebar. (*)
*) Mahasiswi magang dari Prodi Sastra Inggris, Universitas Negeri Surabaya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: