Hardiknas: Saat Pendidikan Menjadi Panggung Kemunafikan

Hardiknas: Saat Pendidikan Menjadi Panggung Kemunafikan

Pendidikan kita kehilangan jiwa, saat ruang belajar berubah jadi arena tekanan dan transaksi.--Getty Images

BACA JUGA: Hardiknas di DBL Camp 2025, Coach Melaty Jadi Sosok Guru Inspiratif

Birokrasi pendidikan juga jauh dari cita rasa akademik. Institusi pendidikan kini lebih mirip perusahaan. Ada target, ada KPI, ada laporan, tapi minim ide dan nurani. Ruang-ruang diskusi sunyi, digantikan dengan ruang rapat penuh intrik. Yang menjilat naik, yang berpikir kritis dipinggirkan. Pendidikan menjadi alat untuk mengejar pangkat, bukan proses membentuk peradaban.

Dan kita bertanya-tanya, mengapa banyak anak muda hari ini permisif, pragmatis, tidak punya idealisme?

Jawabannya mungkin tidak jauh. Mereka tumbuh dalam sistem yang mengajarkan bahwa nilai bisa dibeli, ketulusan bisa dinegosiasi, dan pengetahuan hanyalah formalitas. Bahwa benar dan salah tergantung siapa yang membayar.

BACA JUGA: Peringati Hardiknas 2025, Mendiktisaintek Tegaskan Komitmen Penuhi Tunjangan Profesi dan Kinerja Dosen

Lalu apa kabar guru?

Dulu ia digugu dan ditiru.

Hari ini? Banyak yang jadi penjaga sistem, bukan penantangnya. Banyak yang lebih sibuk menjaga kedekatan dengan kekuasaan ketimbang mendampingi siswa yang kebingungan. Banyak yang lebih giat memoles portofolio jabatan ketimbang merawat nurani.

Sekolah tidak lagi menjadi tempat membahagiakan, karena anak-anak belajar hanya untuk menghindari hukuman.

Dengan demikian, kita sedang menggali kubur peradaban kita sendiri.

Kita sering mengajarkan etika dari buku teks, tapi gagal mempraktikkannya di ruang guru. Kita bicara moralitas di kelas agama, tapi menerima parcel di ruang kepala sekolah. Kita bicara integritas di seminar, tapi menutup mata pada plagiarisme di jurnal internal kampus.

BACA JUGA: Tantangan Etika dan Identitas dalam Pendidikan

Jadi, mari kita bertanya jujur di Hari Pendidikan Nasional ini:

Apakah kita sedang membentuk generasi yang kritis, merdeka, dan beretika?

Atau justru sedang mencetak anak-anak yang permisif, matrealis, dan pragmatis sejak dini?

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: