Buddha Maitreya, Menapaki Jalan Pencerahan dengan Semangat Welas Asih

Buddha Maitreya, Menapaki Jalan Pencerahan dengan Semangat Welas Asih

Maha Pandita Jemmy Cendrawan, pemimpin ibadah umat Buddha Maitreya.-Ananda Tiyas Safina-HARIAN DISWAY

"Kami tetap menghormati semua Buddha. Seperti patung di altar. Itu merupakan sosok Buddha atau mereka yang telah mencapai pencerahan,” katanya. Kemudian ia menunjuk patung yang berada di tengah: patung Buddha Gautama. 

BACA JUGA:Ribuan Umat Buddha Rayakan Waisak di Grand City Surabaya


Rupang Kwan Kong dalam Mahavihara & Pusdiklat Buddha Maitreya di Surabaya. Sosok tersebut juga merupakan sosok suci yang dihormati umat Buddha Maitreya.-Ananda Tiyas Safina-HARIAN DISWAY

Di sebelah kiri patung Buddha Gautama terdapat patung Buddha Amitaba dan Kwan Kong. Sedangkan di sebelah kanan terdapat patung Buddha Bhaisjyaguru dan Kwan Im. "Tapi dalam sembahyang, kami berfokus kepada Buddha Maitreya," terangnya.

Dalam tradisi Buddhis, Buddha Maitreya dipercaya sebagai Bodhisattwa yang akan datang pada masa depan. Yakni setelah ajaran Buddha Gautama dilupakan umat manusia.

Ia kini diyakini berada di surga Tushita, menunggu saat untuk turun ke bumi dan membimbing manusia menuju pencerahan baru. 

BACA JUGA:Ribuan Umat Buddha Khidmat Rayakan Malam Waisak 2024 di Candi Borobudur

Nama "Maitreya" berasal dari kata Sansekerta maitrÄ«, yang berarti cinta kasih, nilai utama dalam ajaran itu. Buddha Maitreya bukan sekadar simbol masa depan. Tetapi juga lambang pengharapan dan pembaruan spiritual. 

Dalam aliran itu, umat diajarkan pentingnya pertobatan, kehidupan vegetarian, dan pengendalian diri. Sebuah jalan hidup spiritual yang tidak melepaskan diri dari kepedulian sosial. Kepedulian bagi semua mahluk. “Karena itu, kami tidak menyakiti. Kami pun tidak memakan daging,” lanjutnya.

Selain dari konsep hidup, ritual ibadah Budha Maitreya menekankan pada prosesi sujud. Meditasi pada aliran itu tetap dilakukan. Namun, porsinya tidak banyak.

BACA JUGA:Puja Bakti Umat Buddha di Grand City Surabaya, Dipimpin Banthe Kittichai

Pandita Jemmy mengatakan, "Kami lebih banyak bersujud. Sujud itu bukan sekadar gerakan. Tapi juga bentuk total penyerahan diri, pemurnian batin, dan penghormatan tertinggi kepada Buddha Maitreya."

Ritual sujud dilakukan berulang-ulang. Biasanya sembilan kali atau lebih. Sesuai dengan intensitas doa yang dipanjatkan.

Dalam sujud itu, umat menyatu dengan ajaran cinta kasih Buddha Maitreya. Mengakui segala kesalahan yang pernah dilakukan dan memohon karma baik.

BACA JUGA:Ketum PBNU: Sarung Bukan Hanya Milik Umat Islam, Namun Bukti Kesinambungan Peradaban Hindu, Buddha dan Islam.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: harian disway