Jejak Spiritual Sangha Theravada di Vihara Dhammajaya Surabaya

Jejak Spiritual Sangha Theravada di Vihara Dhammajaya Surabaya

Romo Widya Kusuma berdiri di depan Rupang Buddha Vihara Dhammajaya Surabaya.-Dok Vihara Dhammajaya-Dok Vihara Dhammajaya

Di tengah gemerlap kawasan elite Surabaya Barat, terdapat sebuah titik spiritual yang menjadi sumber pencerahan ribuan umat Buddha Shangha Theravada di Surabaya. Berdiri megah di Jalan Bulu Jaya V/19, Vihara Dhammajaya menyimpan perjalanan panjang yang bermula dari langkah kecil Romo Widya Kusuma. Dari puja bhakti sederhana di sebuah rumah kontrakan di Pucang Adi, tak ada yang menyangka vihara itu berkembang menjadi semegah saat ini.

DESAIN Vihara Dhammajaya mencerminkan harmoni antara tradisi dan modernitas. Gedung utama berlantai dua dilengkapi basement, memberikan fleksibilitas ruang untuk berbagai aktivitas keagamaan. Jendela-jendela besar memungkinkan cahaya alami masuk, menjadikan ruang puja tetap terang meski tanpa lampu. 

Pintu masuk vihara dihiasi ornamen Kalamakara yang terinspirasi dari Candi Borobudur. Wujudnya berupa kepala kala atau raksasa, yang berfungsi sebagai penolak bala dan pengingat tentang kematian.

Di dalamnya berdiri megah Rupang Buddha emas setinggi 5,9 meter. Atap tinggi memberikan ruang lega bagi para umat untuk melaksanakan puja bhakti dengan khidmat. Yang unik, di bagian atap gedung terdapat stupa mini berbentuk Candi Borobudur, yang memiliki hubungan filosofis erat dengan Buddhisme Theravada. Stupa ini bukan sekadar ornamen, melainkan juga simbol pencapaian spiritual—puncak perjalanan menuju Nibbana.

Theravada adalah aliran tertua dalam agama Buddha yang masih bertahan hingga kini. Namanya berasal dari bahasa Pali yang berarti “Ajaran Sesepuh”, merujuk pada komunitas bhikkhu senior yang dekat dengan ajaran asli Sang Buddha. 

BACA JUGA:Nichiren Shoshu, Aliran Buddha dari Jepang, Jalan Pencerahan di Tengah Kehidupan Modern

BACA JUGA:Upacara Waisak Umat Buddha Nichiren Shoshu di Vihara Vimalakirti Surabaya, Meneguhkan Jalan Mencapai Kesadaran Buddha

Aliran ini menekankan pentingnya usaha individu dalam mencapai pembebasan batin atau Nibbana melalui pembersihan pikiran dan batin dari noda serta kemelekatan. Umat Theravada tersebar luas di Asia Tenggara seperti Sri Lanka, Myanmar, Thailand, Laos, Kamboja, dan Indonesia. Di Surabaya Sangha Theravada terus berkembang. “Umat Theravada di Surabaya termasuk salah satu yang terbesar. Ada lima vihara,” ujar Romo Widya Kusuma, Sabtu, 10 Mei 2025.

Umat Theravada di Surabaya dikenal memiliki karakteristik yang tegas, kritis, dan ingin tahu tentang Dhamma (Ajaran Sang Buddha). Mereka tidak hanya datang untuk berdoa, tetapi juga aktif belajar, mendalami meditasi, dan menanyakan makna hidup dengan segala problematikanya. 

Umat membutuhkan sosok pemimpin spiritual yang tidak hanya paham ajaran, tetapi juga mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan kompleks kehidupan. Inilah yang membuat Romo Widya Kusuma menjadi tokoh sentral yang menjadi teman diskusi umat sejak 1986. 

Romo Widya lahir di Samarinda pada tahun 1953 dengan nama Tan Siang Kui. Jejak Theravada di Vihara Dhammajaya mulai terbentuk pada 1986, ketika ia membawa keyakinan bahwa karma menuntun langkah perjuangan di setiap geraknya.


DONATUR Vihara Dhammajaya, Kandradi Lookman bersama Romo Widya Kusuma di depan Kuti atau tempat tidur biksu.-Dok Vihara Dhammajaya-Dok Vihara Dhammajaya

Perjalanan Vihara Dhammajaya dimulai dari cetiya kecil yang sering kali harus berpindah tempat—mulai dari rumah kontrakan di Jalan Pucang Adi, Hamzah Fansyuri, hingga sempat berbagi lokasi dengan Klenteng Genteng Sayangan. 

BACA JUGA:Buddha Maitreya, Menapaki Jalan Pencerahan dengan Semangat Welas Asih

BACA JUGA:Menteri Agama RI Sampaikan Ucapan Selamat Hari Raya Waisak Untuk Umat Buddha di Seluruh Indonesia

Meski sempat menghadapi penolakan dan tantangan sosial, Romo Widya percaya bahwa niat baik pasti akan berbuah manis. Tanggal 22 Maret 1992 menjadi tonggak penting dalam perjalanan Dhammajaya. 

Saat itu, cetiya akhirnya menetap di Jalan Tulungagung dan diresmikan oleh lima bhikkhu: Bhikkhu Khemasarano, Dhamma-vijayo, Dhammasubho, Uttamo, Bhikkhu Jayasiriko, dan Samanera Slamet. Di sinilah benih komunitas Theravada di Surabaya Utara mulai tumbuh subur.

Setelah krisis moneter tahun 1998, era reformasi membuka babak baru. Dengan keyakinan dan kegigihan, Romo Widya mendapat kepercayaan dari donatur dan umat untuk mendirikan vihara megah di Jalan Bulu Jaya V/19. Umat yang semakin banyak, butuh tempat yang lebih besar dan layak. “Dulu masih tanah kosong, banyak ilalang. Sekarang sudah padat,” ujar ayah dua anak itu.

Lambat laun, Vihara Dhammajaya berkembang. Selain punya Buddha Rupang berwarna emas, Vihara Dhamma Jaya dilengkapi dengan Kuti (tempat tinggal biksu), Dhammasala atau ruang utama dengan kapasitas 600 orang, serta Dhammasekha yang menjadi tempat menimba ilmu generasi penerus Sangha Theravada.

Di halaman belakang vihara terdapat area bermain yang membuat anak-anak betah berada vihara. Di tempat tersebut juga tumbuh sebuah pohon Bodhi, yang menjadi simbol pencerahan. Di bawah pohon itu Siddhartha Gautama, yang kelak dikenal sebagai Sang Buddha, pernah bersemedi dan akhirnya mencapai pencerahan sempurna.

Kini, di usia 72 tahun, Romo Widya masih penuh semangat meneruskan ajaran Theravada di Surabaya. Dalam sepekan terakhir, ia sibuk menyiapkan Peringatan Detik-detik Trisuci Waisak, yang akan diselenggarakan pada Senin, 12 Mei 2025, pukul 19.30. “Acara puncak, Ritual Pradaksina, dimulai pukul 22.30. Silahkan datang,” katanya.

BACA JUGA:Pecahkan Rekor MURI, STAB Nalanda Resmi Jadi Kampus Buddha Pertama Penyandang Status Institut

BACA JUGA:Ribuan Umat Buddha Rayakan Waisak di Grand City Surabaya

Bagi Romo Widya, peringatan itu lebih dari sekadar rutinitas tahunan; ini adalah momentum untuk memperkuat kesadaran spiritual umat. Dengan keteguhan hati, ia terlibat langsung dalam setiap persiapan, dari pembacaan paritta hingga pengaturan prosesi, membuktikan bahwa usia bukanlah penghalang untuk terus mengabdi.

 

Ia bukan hanya pendiri, tetapi juga guru, pembimbing, dan penjaga Dhamma yang tak pernah surut. Dedikasinya selama puluhan tahun telah melahirkan generasi baru yang siap meneruskan estafet kebajikan. (*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: