Petra Civil Expo 2025 Hadirkan Inovasi Tangguh Lewat Kompetisi Teknik Sipil

Dua orang panitia sedang mencoba alat penggetaran bernama shaking table untuk menguji ketahanan maket dari gempa. --Humas PCU
SURABAYA, HARIAN DISWAY – Bayangkan, sebuah gedung 10 lantai berdiri kokoh. Tapi yang ini tingginya tak sampai satu meter. Bahan utamanya bukan beton bertulang, melainkan kayu balsa dan lem. Dibuat dalam waktu tujuh jam. Lalu diguncang-guncang sampai hancur, demi tahu: apakah ia cukup tangguh untuk menahan gempa?
Inilah gambaran dari Earthquake Resistant Design Competition (ERDC), salah satu kompetisi utama dalam Petra Civil Expo (PCE) 2025.
Sebuah ajang tahunan yang digelar oleh Himpunan Mahasiswa Teknik Sipil Petra Christian University (PCU) Surabaya, dan tahun ini mengusung tema “Building Resilient Infrastructure through Transformative Innovation.” Kegiatan itu dilaksanakan selama dua hari: 15-16 Mei 2025.
Tahun ini, PCE memasuki level nasional yang lebih serius. Tak hanya menyasar mahasiswa teknik sipil, tetapi juga siswa SMA dari berbagai kota.
BACA JUGA: Siap Cetak Dokter Gigi Masa Depa, FKG PCU Dilengkapi Fasilitas Canggih dan Kurikulum Inovatif
BACA JUGA: Dosen PCU Komentari #KaburAjaDulu, Wujud Keresahan Anak Muda, Antara Realita dan Harapan
Kelompok Vitarka 66 dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember saat serius mengerjakan maket dalam final day ERDC 2025. --Humas PCU
Tercatat 480 peserta dari seluruh Indonesia, terbagi dalam tiga kompetisi utama: Bridge Competition (BC) untuk siswa SMA, Earthquake Resistant Design Competition (ERDC), dan Lomba Kuat Tekan Beton (LKTB) untuk mahasiswa.
“Kami ingin menyadarkan bahwa tantangan infrastruktur ke depan makin berat. Apalagi Indonesia berada di wilayah rawan gempa. Maka desain dan pembangunan harus mengarah ke struktur yang lebih tangguh, inovatif, dan tahan waktu,” ujar Michael Winata, Ketua Panitia PCE 2025.
Yang paling menyita perhatian adalah babak final ERDC yang digelar di Ciputra World Mall, Surabaya, pada 15–16 Mei. Sepuluh tim mahasiswa diminta merancang gedung tahan gempa dari bahan terbatas: 23 batang kayu balsa, lem G, dan alas baseboard.
Struktur yang dibangun harus terdiri dari 10 lantai, dengan tinggi total 95 cm, dan berat tak lebih dari 150 gram. Setelah jadi, bangunan mini itu diuji di atas shaking table, sebuah alat yang bisa mensimulasikan gempa, dari level 1 hingga level 7.
Suasana proses final day ERDC. --Humas PCU
Siapa pun yang pernah menyusun menara dari tusuk gigi pasti tahu: menjaga kestabilan struktur kecil lebih sulit dari kelihatannya. “Bukan cuma soal kuat atau roboh. Penilaian juga memperhitungkan efisiensi bobot, desain, dan kreativitas,” jelas Michael.
Sementara itu di lokasi lain, peserta LKTB mempresentasikan beton hasil racikan mereka. Bukan beton biasa. Mereka harus menjelaskan komposisi, teknik pencampuran, dan performa tekan dari sampel beton tersebut.
BACA JUGA: Petra Christian University Resmikan Laboratorium Smart System, Dukung Industri 4.0
Di hari kedua, siswa SMA yang ikut Bridge Competition mulai merakit jembatan balsa mereka. Tantangannya tak kalah berat: struktur harus menanggung beban tertentu, dengan material seminimal mungkin. Di sinilah kreativitas teknik sipil mulai ditempa sejak dini.
Puncak acara akan digelar pada 17 Mei 2025, dengan pengumuman pemenang semua kategori. Michael berharap ajang ini tak hanya menghasilkan juara, tapi juga menyemai benih masa depan insinyur Indonesia.
“Semoga dari lomba ini lahir generasi muda yang tak cuma pintar hitung-hitungan, tapi juga punya visi membangun negeri,” tutupnya. (*)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: