Toby Fox Kreator Undertale yang Fenomenal karena Karya Gamenya

Toby Fox Kreator Undertale yang Fenomenal karena Karya Gamenya

Toby Fox, kreator Undertale yang membuat gamenya sendirian. --finanzaz

HARIAN DISWAY – Dunia itu hitam-putih. Musiknya aneh, kadang menyentuh, kadang bikin tegang. Karakternya berbicara seperti sahabat lama. Ketika Anda ditanya: "Kenapa Anda membunuh mereka?"—tiba-tiba game bukan lagi permainan, melainkan cermin.

Begitulah Undertale. Sebuah game indie mungil, yang sejak 2015 mengubah pandangan dunia terhadap narasi dan etika dalam video game. Di balik semua itu, berdirilah satu nama yang tak pernah suka jadi pusat perhatian: Toby Fox.

Laki-laki berkacamata itu bukan lulusan MIT. Bukan pula programer veteran dari Silicon Valley. Ia hanya seorang pemuda pendiam dari Amerika Serikat, yang lebih suka menyusun musik dan mengetik skrip sendirian di kamar. Tapi dunia game berubah karena ketekunan dan keunikannya.

BACA JUGA: Perjalanan Dungeons & Dragons (DnD), Game Meja yang Mengubah RPG Modern

Toby Fox lahir pada 11 Oktober 1991, dan tumbuh besar di West Hartford, Connecticut. Ketertarikannya pada musik dan game sudah terlihat sejak kecil. Saat duduk di bangku SMA, ia mulai membuat komposisi MIDI dan bergabung di forum EarthBound, sebuah game RPG jadul yang sangat memengaruhinya.

Fox bahkan membuat hack EarthBound bernama Radiation’s Halloween Hack di usia belasan tahun. Di sinilah gaya naratifnya terbentuk: gelap, nyeleneh, namun menyentuh.

Toby kemudian masuk ke Northeastern University, Boston. Bukan untuk belajar desain game, melainkan belajar ilmu lingkungan.

Namun seperti takdir yang menggelinding tanpa bisa ditebak, semua hal kecil dari masa remajanya—musik MIDI, forum game retro, ketertarikan terhadap humor absurd—akhirnya membentuk satu ledakan karya bernama Undertale.

Awalnya, Undertale adalah proyek kecil. Toby membuat demonya sendiri dan melemparnya ke Kickstarter pada 2013. Targetnya cuma 5.000 dolar.

BACA JUGA: Main Game Billiard Master Dapat Saldo DANA Gratis Rp 292.500, Baru Rilis di Google Play Store!

BACA JUGA: Bahaya Microtransaction di Game! Keseruan dan Ancaman Kantong Jebol

Tapi hanya dalam waktu sebulan, proyek ini mengumpulkan lebih dari 50.000 dolar dari para penggemar RPG klasik yang terpikat dengan ide sederhananya: game RPG di mana kamu tidak perlu membunuh siapa pun.

Ketika rilis pada 15 September 2015, tak ada yang menyangka Undertale akan menjadi fenomena global. Game ini tampil dengan grafis pixel 2D sederhana, musik chiptune, dan sistem pertarungan bergaya bullet hell.

Namun yang membuatnya berbeda adalah narasi dan interaksi emosional dengan karakter. Pilihan pemain tidak hanya berdampak pada akhir cerita, tapi juga pada bagaimana karakter memperlakukanmu.

Beberapa pemain memilih menyelesaikan game tanpa menyakiti satu pun musuh. Itu disebut Pacifist Route. Lainnya penasaran dan mencoba jalur Genocide.

BACA JUGA: Game Zaman Now, Berat Tanpa Alasan?

BACA JUGA: Cara Dapatkan Saldo DANA Rp 496.500 dari Main Game Sambil Maraton Drakor


Deltarune proyek kedua Toby Fox yang punya konsep serupa namun dengan penambahan sistem yang lebih keren. --Reddit

Tapi yang mengejutkan: game ini mengingat semua yang kamu lakukan. Bahkan ketika kamu mencoba memulai ulang dari awal, game tetap ‘menghakimi’ masa lalumu. Ini bukan sekadar RPG. Ini eksperimen etika.

Selain sebagai pengembang dan penulis naskah, Toby juga menggubah seluruh musik Undertale. Lagu-lagu seperti Megalovania, Hopes and Dreams, dan Undertale menjadi hits tersendiri.

Bahkan Megalovania sampai dimainkan dalam konser orkestra, masuk ke Super Smash Bros. Ultimate, dan menjadi lagu tema berbagai meme internet.

Toby dikenal sangat teliti dalam membuat musik. Ia menyusun tiap lagu agar mencerminkan kepribadian karakter dan momen cerita. Ketika kamu melawan Sans, bukan hanya pertarungan yang menegangkan, tapi musiknya juga seperti bentuk protes emosional.

BACA JUGA: Cara Mendapatkan Saldo DANA di Game XWorld, Ini Triknya!

BACA JUGA: Cara Hasilkan Saldo DANA Gratis Langsung Cair dari Game Tropical Crush

Musik jadi jantung dari cerita. Dan di sinilah Toby Fox bukan hanya pembuat game, tapi juga seniman multimedia. Setelah sukses besar Undertale, Toby tidak langsung membuat sekuel. Sebaliknya, ia membuat proyek baru bernama Deltarune. Nama yang jika diacak ulang, akan menjadi Undertale.

Namun Deltarune bukan sekadar kelanjutan. Ini adalah "dunia paralel" dengan karakter lama dalam latar yang berbeda. Chapter 1 dirilis gratis pada 2018, dan disambut antusias. Chapter 2 menyusul pada 2021. Keduanya tetap mempertahankan humor gelap, musik emosional, dan sistem pertarungan penuh dinamika.

Kini para penggemar menunggu rilis Chapter 3 hingga Chapter 5, yang menurut Toby akan dirilis sekaligus. Tapi seperti biasa, ia enggan memberikan tanggal pasti. “Saya hanya ingin menyelesaikannya dengan baik,” katanya dalam salah satu wawancara langka.

BACA JUGA: Cara Main Game Penghasil Saldo DANA Gratis Funny Screw dan Klaim Rp 497 Ribu

BACA JUGA: Cara Dapat Saldo DANA Gratis dari Game ParkingRush, Langsung Cair Rp 300.000


Salah satu sistem baru yang dimasukan di Deltarune adalah rhtym game. --youtube

Menariknya, Toby tidak lagi bekerja sendiri. Untuk Deltarune, ia mulai membentuk tim kecil. Tapi semangat indinya tetap terasa: cerita yang jujur, karakter yang menyentuh, dan desain game yang melawan pakem industri.

Meski Toby anti-keramaian, beberapa perusahaan game besar mengakui talentanya. Ia sempat berkontribusi sebagai komposer tamu dalam game Pokémon Sword and Shield, menciptakan satu track ikonik: Battle Tower Theme.

Bahkan Masahiro Sakurai, kreator Super Smash Bros., sangat menghargai karyanya. Ia mengatakan bahwa Toby Fox adalah salah satu kreator muda paling orisinal dalam sejarah game modern.

BACA JUGA: Sejarah MOBA, dari Mod Warcraft hingga Raja Mobile Gaming

Di balik semua pencapaian itu, Toby tetap misterius. Ia jarang muncul di publik, lebih sering berkomunikasi lewat blog atau catatan tempel dalam game. Bahkan fotonya pun sulit ditemukan. Dalam sebuah wawancara dengan Game Informer, ia menyebut dirinya bukan tipe orang yang ingin terkenal.

Namun justru karena itu, banyak yang menghormatinya. Ia membiarkan game-nya berbicara sendiri. Membiarkan pemain menafsirkan moral, humor, dan luka-luka emosi dari pixel-pixel buatan tangannya.

Dan kini, saat dunia game dibanjiri grafis mewah dan teknologi ray tracing, masih ada satu suara kecil dari balik layar yang berkata: kadang, game terbaik adalah yang membuatmu merasa bersalah karena menang. (*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: