Media Jurnalistik Berguguran di Negara Demokrasi

ILUSTRASI Media Jurnalistik Berguguran di Negara Demokrasi.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-
Sayang, pemimpin di negeri demokrasi Indonesia ini ternyata lebih senang bersama dengan para influencer bila dibandingkan dengan para jurnalis. Sebagaimana keberpihakan itu mudah dibaca, sejak zaman Presiden Joko Widodo sampai Presiden Prabowo Subianto, posisi jurnalis itu cenderung terabaikan.
Joko Widodo dalam kunjungannya lebih senang ditemani para influencer daripada jurnalis. Bahkan, para influencer diberi insentif bila mampu membantu mempromosikan program-program negara. Fenomena itu ternyata dilanjutkan Presiden Prabowo Subianto, bahkan sampai melantik influencer Raffi Ahmad sebagai pejabat setingkat menteri di Kabinet Merah Putih.
Kekhawatiran kita akan terjadinya demokrasi tanpa jurnalisme rasanya mendekati kenyataan. Bila merujuk para pemimpin negeri ini, bagaimana memperlakukan antara influencer dan para awak jurnalis dalam mempromosikan visi dan misi pemerintahan.
Oleh karena itu, di tengah badai PHK yang juga melanda dunia media jurnalistik, semestinya menjadi perhatian serius bagi kita semua dan pemerintah, bagaimana mencoba mencari jalan pencerahan yang lebih bijak, sekaligus mencegah terjadinya negeri demokrasi tanpa jurnalistik.
APRESIASI SERTIFIKASI
Membandingkan perbedaan komitmen moral sosial keberpihakan jurnalisme media mainstream dengan moral individual cara kerja influencer, youtuber, tiktoker, dan buzzer. Penting negara hadir untuk memberikan perlindungan kepada para jurnalis media mainstream itu, baik di bawah naungan perusahaan negara seperti LKBN Antara, TVRI, dan RRI maupun di bawah perusahaan media swasta.
Perlindungan itu penting untuk menjaga marwah keberlangsungan dan kesinambungan jurnalis yang dijaga oleh moral publik. Keberpihakan tersebut seperti pemberian insentif kepada para jurnalis yang telah memenuhi standar kode etik jurnalistik, yang dibuktikan telah tersertifikasi oleh lembaga sertifikasi wartawan.
Fenomena itu jamak dilakukan di dunia pendidikan, khususnya bagi dosen dan guru. Bagi para jurnalis sebagai pengemban misi literasi pencerahan, membangun peradaban, membangun wawasan kebangsaan, dan menyelamatkan misi kemanusiaan.
Seperti halnya tugas mulia guru dan dosen, sudah sepatutnya negara hadir untuk melindunginya.
Gagasan kecil itu adalah bentuk keprihatinan dan komitmen dukungan kepada para awak media, khususnya jurnalis. Dukungan itu mungkin tidak berarti apa-apa, juga tidak menjadi penggerak hati pemimppin negara untuk menyelamatkannya.
Namun, setidaknya kita tetap berdiri bersama para jurnalis, pada barisan moral publik, untuk mengawal demokrasi yang terus berkembang. Wallahu a’lam bishawab. (*)
*) Sufyanto adalah dosen politik dan ilmu komunikasi, Universitas Muhammadiyah Sidoarjo, dan peneliti utama The Republic Institute.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: