Self-Diagnose Mental Health di TikTok: Solusi atau Bahaya?

Saat rasa cemas atau sedih terus muncul, barangkali bukan video TikTok yang dibutuhkan, melainkan telinga seorang profesional yang siap mendengarkan secara utuh. -studioroman-
BACA JUGA: Curhat dan Dampaknya untuk Kesehatan Mental, Jangan Pendam Sendirian
BACA JUGA: Seni sebagai Terapi, Ekspresi Diri untuk Kesehatan Mental
Menurut American Psychological Association (APA), self-diagnose dapat menimbulkan kesalahan persepsi, memperburuk kecemasan, serta membuat seseorang menghindari penanganan profesional.
Dalam jangka panjang, hal ini bisa memperburuk kondisi mental yang sebenarnya butuh penanganan tepat. Tidak sedikit pula yang mengalami overthinking setelah terlalu banyak menyerap informasi seputar gangguan kejiwaan.
Media sosial pada dasarnya netral. Yang menjadi masalah adalah cara pengguna menyikapi informasi yang mereka konsumsi. Edukasi memang penting, tapi membedakan antara konten edukatif dan hiburan tetap menjadi hal utama.
BACA JUGA: Cara Menjaga Kesehatan Mental di Era Media Sosial
Tidak semua informasi yang disajikan dalam format ringkas layak dijadikan dasar untuk kesimpulan pribadi. Beberapa pembuat konten mencoba menyertakan disclaimer, seperti “konten ini bukan pengganti diagnosis profesional”. Tetapi belum cukup banyak.
Sementara itu, pengguna pun perlu dibekali literasi digital agar dapat menyeleksi dan menelaah informasi secara kritis. Kesehatan mental adalah isu yang kompleks dan tidak bisa disederhanakan dalam potongan video berdurasi satu menit.
Kesadaran yang meningkat memang layak diapresiasi, tetapi kehati-hatian dalam menyikapi informasi juga perlu ditanamkan. Saat rasa cemas atau sedih terus muncul, barangkali bukan video TikTok yang dibutuhkan, melainkan telinga seorang profesional yang siap mendengarkan secara utuh. (*)
*) Mahasiswa magang dari Prodi Ilmu Komunikasi Universitas Terbuka Surabaya
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: