Jangan Main-Main (Dengan Spandukmu)

Jangan Main-Main (Dengan Spandukmu)

ILUSTRASI Jangan Main-Main (Dengan Spandukmu).-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-

BACA JUGA:Kemenpora Kucurkan Rp 407 Miliar Dana Pelatnas 13 Cabor, Porsi PSSI Fantastis!

Bicara soal hukuman, sanksi, atau segala tetek bengek pembatasan di dunia modern ini, yang terpikir kemudian oleh penulis adalah salah satu magnum opus ahli filsafat cum sejarawan Prancis Michel Foucault, yaitu Discipline and Punish (1977). 

Foucault menuliskan wujud hukuman sejak akhir abad ke-18 telah menjadi kian lunak. Tak lagi mempertontonkan kekejaman ataupun kebengisan sebagaimana periode-periode sebelumnya. Sebab, dua hal tersebut dinilai sama jahatnya dengan kejahatan itu sendiri. 

Foucault menjelaskan dalam buku itu bahwa pada abad ke-17 atau awal abad ke-18, penjahat menjalani siksaan yang berat dan dalam periode lama pada tubuhnya. Maka, pada akhir abad ke-18, hukuman berubah dan lebih ”punya moral”. 

BACA JUGA:PSSI Resmi Pecat Indra Sjafri dari Pelatih Timnas Indonesia U-20, Ini Ucapan Erick Thohir!

BACA JUGA:Kecewa STY Dipecat, Komisi X Segera Panggil PSSI untuk Evaluasi

Hukuman seperti pemenjaraan dalam masa tertentu atau penggal kepala dengan kepala ditutup kain pun mulai dikenal. 

Melunaknya hukuman itu, menurut Foucault, bukanlah tanpa maksud. Hukuman yang terlihat tak lagi kejam, menyakitkan, dan lebih ”berkemanusiaan” itu tetaplah hukuman. Yang bergeser adalah sasarannya. 

Hukuman tak lagi menyentuh tubuh. Tetapi menyasar pada jiwa, tulis Foucault. Hukuman yang menyasar kepada jiwa itu bersifat menyentuh kedalaman hati, pemikiran, kehendak, dan kecenderungan si penjahat. 

Nah, jika dikembalikan kepada sanksi berupa teguran keras oleh Komdis PSSI kepada Persis, lewat analisis wacana ala Foucault, terlihat bagaimana hukuman oleh PSSI itu tidak lagi menyentuh fisik suporter dan orang-orang di klub. Namun, lebih kepada tataran pemikiran ataupun ideologi suporter dan pihak klub. 

Hukuman teguran keras ala Komdis PSSI itu berkehendak agar suporter lebih santun, tak mengkritik, dan tak ngawur dalam mengeluarkan wacana pada media spanduk. 

Hukuman teguran keras ala Komdis PSSI juga menginginkan agar orang-orang di klub Persis lebih aware juga paham dengan wacana, ideologi, dan pemikiran suporter yang kemudian dituangkan dalam media spanduk. 

Jika kita telaah dalam konteks sejarah dan sosial, isi spanduk itu membawa pesan yang sifatnya mengingatkan. Di kalimat pertama, English Football Was Reformed After Hillsborough

Ya, pascatragedi Hillsborough pada 15 April 1989 yang membuat 97 suporter meninggal serta 766 orang mengalami luka saat menonton, sepak bola Inggris berubah. 

Mitigasi kebencanaan stadion dan penghilangan tribun berdiri di stadion-stadion Inggris dilakukan Federasi Sepak Bola Inggris (FA) serta pemerintahan Inggris. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: