Ada Sesuatu yang Tidak Bisa Digantikan oleh Artificial Intelegence

Ada Sesuatu yang Tidak Bisa Digantikan oleh Artificial Intelegence

Ilustrasi kecerdasan buatan.-djkn.kemenkeu.go.id-

Menurut hemat penulis, kita tidak bisa berpangku tangan saja. Kondisi ini bisa kita ambil “manfaatnya”. Dengan kata lain, kita bisa mengambil keuntungan dari kondisi ini. Karena sejatinya, ada sesuatu yang tidak tergantikan atas kehadiran AI ini. Ada profesi yang menurut penulis tetap bisa bertahan, bahkan kian relevan, justru karena AI hadir.  

Profesi seperti guru, dosen, atau uztad tidak hanya mengajar, tetapi mereka juga mendidik. Dalam proses mengajar terdapat transfer ilmu dan pengetahuan yang objektif dan sudah pasti kebenarannya, tidak bisa digugat dan tidak terbantahkan. Sedangkan mendidik, menyentuh pembentukan karakter, nilai, empati dan jati diri peserta didik. Inilah yang membedakan mendidik dengan mengajar. 

AI mungki bisa mengajarkan rumus matematika, tapi dia tidak bisa mendampingi murid yang putus asa, tidak bisa memeluk batin peserta didik karena stress dalam belajar. AI hanya bisa melakukan sesuatu sesuai dengan program yang diperintah oleh programmer dan jawabannya sudah pasti. Dia tidak akan bisa melakukan sesuatu yang sifatnya humanis atau berperikemanusiaan. Di sinilah ada fungsi dan peran dari profesi ini yang tidak bisa digantikan oleh AI. 

Demikian pula profesi seperti broker (makelar). Profesi ini mengandalkan komunikasi persuasive dan kepekaan terhadap emosi calon pembeli atau penerima jasanya. AI tidak bisa melakukan hal ini. Ai bisa memberikan data dan logika yang kompleks, tetapi ia kesulitan merespons isyarat emosional yang kompleks kecuali diprogram secara spesifik. 

BACA JUGA:Paus Fransiskus Buka Suara di KTT G7: Gali Risiko dan Keuntungan Kecerdasan Buatan (AI)

BACA JUGA:Maskapai Lirik Kecerdasan Buatan, Pilot Lebih Butuh Asisten Kecerdasan

Belajar dari Negara Lain: Menata Regulasi AI

Beberapa negara telah mulai menata dan mengatur penggunaan AI secara sistemik. Di Italia misalnya. Pemerintah Italia sempat memblokir Chat GPT pada maret 2023 karena kekhawatiran atas perlindungan data pribadi (berita dari Kompas, 1 April 2023). Prancis dan Jerman saat ini tengah menyusun kebijakan ketat mengenai transparansi penggunaan AI dalam pendidikan dan jurnalistik.  Dewan Pers Jerman menekankan penggunaan AI harus disertai dengan transparansi dan tanggung jawab dari media massa. Penggunaan AI harus melewati pemeriksaan tim editorial sebelum dipublikasikan. Untuk itu, Dewan Pers Jerman telah Menyusun pedoman penggunaan AI, termasuk penggunaan gambar, symbol dan ilustrasi (berita TEMPO, 1 Desember 2024). 

Uni Eropa secara keseluruhan sudah meloloskan AI ACT. AI Act merupakan kerangka hukum pertama tentang AI yang membahas risiko AI dan menempatkan Eropa dalam posisi untuk memainkan peran utama secara global.  Tujuan utama dari aturan tersebut adalah untuk mendorong AI yang  dapat dipercaya di Eropa.

AI Act ini memastikan bahwa warga Eropa dapat memercayai apa yang ditawarkan AI. Ada sebagain besar sistem AI tidak menimbulkan risiko dan dapat berkontribusi dalam memecahkan banyak tantangan sosial. Ada pula sistem AI tertentu menimbulkan risiko yang harus ditangani untuk menghindari hasil yang tidak diinginkan. 

Di dunia pendidikan, New York City sempat melarang penggunaan Chat GPT di sekolah-sekolah umum pada awal 2023, meskipun kemudian mencabutnya dengan pendekatan baru: mengintegrasikan AI sebagai alat bantu pembelajaran kritis, bukan sebagai mesin jawaban (berita dari New York Times, 12 Januari 2023). 

BACA JUGA:Jadi Prodi Baru di Untag, Teknik Robotika dan Kecerdasan Buatan Difokuskan pada Penerapan AI

BACA JUGA:Munas Alim Ulama NU Tahun 2023 Bahas 7 Isu Utama, Mulai Dari Kecerdasan Buatan Hingga Sekolah 5 Hari

Indonesia tentu perlu belajar dari pengalaman ini. Perlu ada regulasi berbasis etika digital, bukan hanya aturan teknis. Setiap produk yang menggunakan AI sebaiknya diberi label: “dibantu oleh AI” atau label “tanpa campur tangan AI”, seperti pada jurnal ilmiah, karya tulis, bahkan konten kreatif. Ini penting agar publik tidak kehilangan orientasi antara yang diciptakan manusia dan yang diciptakan mesin. 

Kehadiran AI bukanlah ancaman jika kita mampu menempatkan sebagai alat bantu, bukan sebagai pengganti. Di tengah derasnya teknologi, justru kita ditantang untuk menegaskan ulang apa arti menjadi manusia. Manusia mempunyai peran dalam mendidik, merawat, mendengar, meyakinkan, mencintai. Dan semua itu adalah milik kita, manusia. Dan sejauh ini, peran inilah yang AI belum mampu merebutnya. (*)

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: