Bank Sentral, Smart Citizen, dan Ancaman Brain Rot; Saatnya Media Sosial Jadi Sekolah Ekonomi

Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Jatim menggelar Media Briefing mengulas Kondisi Perekonomian Global, Nasional dan Jawa.-Boy Slamet-
Namun sayang, keputusan-keputusan strategis itu sering terdistorsi di ruang publik. Informasi soal BI atau bank sentral lain kerap tampil dalam bahasa teknis yang hanya dimengerti kalangan tertentu. Rakyat jelata hanya bisa geleng-geleng ketika mendengar istilah “kebijakan kuantitatif longgar” atau “instrumen makroprudensial”.
Saatnya informasi itu turun gunung. Turun ke TikTok. Turun ke Instagram. Turun ke tempat masyarakat sedang sibuk menertawakan meme atau video kucing.
ILUSTRASI Otak Tumpul di Era Digital. Otak bisa tumpul karena terjadi pembusukan otak alias brain rot.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-
Brain Rot dan Medsos: Dua Sisi Mata Uang
Fenomena brain rot adalah hasil dari paparan konten-konten yang dirancang untuk memuaskan insting jangka pendek: hiburan cepat, tawa cepat, dan sayangnya lupa cepat juga. Otak tidak diberi ruang untuk berpikir dalam atau mencerna isu yang kompleks. Kita tahu berita viral dalam hitungan detik, tapi gagal memahami dampaknya dalam jangka panjang.
Media sosial, yang pada dasarnya adalah alat netral, kini seperti pedang bermata dua. Di satu sisi, ia bisa mematikan nalar kritis dan membuat masyarakat makin malas berpikir. Tapi di sisi lain, ia justru bisa menjadi senjata pemungkas untuk mencerdaskan warga, termasuk dalam bidang ekonomi dan perbankan.
Bayangkan kalau akun-akun populer di TikTok atau Instagram memproduksi konten edukatif seputar ekonomi. Misalnya, “Kenapa BI Rate Naik Bisa Bikin Harga Mie Instan Naik?” Atau, “Simulasi Dampak Rupiah Melemah Pakai Drama Korea: Episode Si Miskin Melawan Inflasi” Bisa juga, “Skenario Kiamat Finansial: Gimana Jadinya Kalau Bank Sentral Nggak Ada?”
Tentu saja, kemasan harus kekinian. Ada animasi ringan, gaya storytelling yang kuat, kuis, bahkan sinetron 60 detik sekalipun. Bukankah edukasi tak harus selalu serius?
Ilustrasi pengguna media sosial ketika mengamati informasi pada gawainya.-Asafacon-Pinterest
Smart Citizen: Modal Sosial Bangsa
Smart citizen bukan hanya orang yang paham gadget. Tetapi, mereka adalah orang yang mampu menyaring informasi, memahami konteks, dan membuat keputusan rasional. Dalam konteks ekonomi, ini artinya mereka paham arti inflasi dan bagaimana mengantisipasinya. Mereka tahu bedanya bank sentral, bank umum, dan OJK. Mereka tidak mudah panik saat nilai tukar fluktuatif. Bahkan, mereka bisa membaca peluang dari kebijakan fiskal dan moneter.
Bayangkan kekuatan sebuah masyarakat ketika netizen tak hanya bisa membuat tagar trending, tapi juga bisa mendesak transparansi kebijakan ekonomi, menuntut edukasi publik yang inklusif, dan menyebarkan pemahaman yang benar tentang peran bank sentral dalam menjaga stabilitas nasional.
Dengan begitu, masyarakat tidak hanya jadi objek kebijakan, tapi subjek yang aktif dan kritis.
Memviralkan Literasi Ekonomi
Agar media sosial benar-benar jadi kanal literasi ekonomi, dibutuhkan kolaborasi lintas pihak. Sejumlah langkah pun bisa diambil. Misalnya:
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: