Cerita Diaspora oleh Mushonnifun Faiz Sugihartanto (7): Melintasi Singapura dan Turki

Cerita Diaspora oleh Mushonnifun Faiz Sugihartanto (7): Melintasi Singapura dan Turki

Memilih transit di dua negara. Bertiga saat sampai di Bandara Turki.--Mushonnifun Faiz S

Dalam perjalanan ke Finlandia, kami memilih transit dua kali. Di Singapura dan Istanbul. Selain karena memang biaya tiket yang lebih murah, ini juga salah satu strategi yang kami dapatkan dari senior yang sedang menjalani studi doktoral di luar negeri ketika flight bersama toddler

Tentu saja tak mudah. Anak kami merengek di dalam pesawat Jetstar yang kami naiki dari Surabaya ke Singapura. “Mau pangku aja… nggak mau duduk sendiri…”, katanya.

Ya maklum. Dia baru saja memasuki usia dua tahun hanya beberapa bulan sebelum kami terbang ke Finlandia. Usianya membuat kami “terpaksa” membeli tiga tiket di penerbangan kami.

Padahal kami berpikir, masih dipangku tidak apa-apa karena berhemat. Tapi apalah daya, karena aturannya mengharuskan anak usia dua tahun harus memiliki seat sendiri. 


Di Selat Bosphorus setelah menikmati Turkish Semit dan Turkish Tea dalam Istanbul free tour yang disediakan maskapai Turkish Airlines.--Mushonnifun Faiz S

BACA JUGA: Cerita Diaspora oleh Mushonnifun Faiz Sugihartanto (1): Seribu ”Thank You” Menuju Finlandia

Sebenarnya bukan kali pertama dia naik pesawat, karena sebelumnya sudah pernah saat kami mengurus visa ke Jakarta, tapi tetap saja dia masih belum berani. Akhirnya, pramugari pun menyediakan sabuk untuknya agar bisa dipangku. Selama perjalanan, alhamdulillah dia tidak rewel.

Tip pertama saat membawa anak toddler di pesawat adalah menyediakan berbagai aktivitas untuknya di kursi. Entah itu busy book, buku bacaan, mainan kecil yang sekiranya tidak membutuhkan banyak waktu untuk bergerak. 

Waktu itu kami menyediakan stiker yang mudah ditempel dan dilepas. Dia menghabiskannya dengan menempel di jendela kabin, bangku duduk, serta di kabin. Tentu menjelang landing, kami lepas lagi. 

Tip kedua adalah memilih tempat duduk yang di samping jendela, sehingga dia memiliki kesibukan lain untuk melihat pemandangan di luar. 

Sekitar jam 11 waktu Singapura, kami mendarat di Changi Airport. Penerbangan kami selanjutnya masih jam 23.50 malam, sehingga kami punya waktu transit yang cukup lama untuk mengeksplorasi Singapura.

Pada awalnya kami ingin mengikuti free-tour yang disediakan di Bandara Changi. Tapi itu ternyata terletak di terminal lain. Ditambah juga kami masih membawa 3 koper besar dan 2 koper kecil karena penerbangan kami tidak connected flight. Akhirnya kami mengurungkan rencana tersebut. 

BACA JUGA:Cerita Diaspora oleh Mushonnifun Faiz Sugihartanto (2): Drama Berlanjut di Sheffield

Beruntung, ternyata di Singapura, penerbangan kami selanjutnya, Turkish Airlines, memiliki early baggage drops. Itu memungkinkan kami menaruh bagasi kami hingga 24 jam sebelum penerbangan. Hal yang menurut petugas baggage drop saat itu tidak selalu ada di bandara lain.

Ini sekaligus menjadi tip ketiga. Jika memungkinkan mencari penerbangan yang memungkinkan early baggage drops. Walaupun tidak harus karena di bandara biasanya ada penitipan koper. Tapi tentu ada biaya penitipan. Semakin besar dan banyak bagasinya, tentu semakin mahal.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: