Cerita Diaspora oleh Mushonnifun Faiz Sugihartanto (11): Segunung Tantangan S3

Cerita Diaspora oleh Mushonnifun Faiz Sugihartanto (11): Segunung Tantangan S3

Para mahasiswa doktoral dari berbagai universitas di Finlandia yang mengambil mata kuliah Kataja Current Topics and Methodologies in Supply Chain Management di Aalto University.--Mushonnifun Faiz S

 Menjalani studi S3 di Negeri Paling Bahagia tidak berarti tanpa tantangan dan tekanan mental. Itu terasa sejak tahun pertama.

Why dan so what adalah dua pertanyaan itu yang sering ditanyakan oleh thesis supervisor saya, Anna Aminoff, saat bimbingan. Setiap saya memiliki argumen, dia selalu berusaha menggali lebih dalam. Dia menuntut saya memperkuat ”mengapa”, ”bagaimana”, dan ”terus kalau sudah begini apa”. 

Walaupun kadang nge-blank tapi diskusi dengannya selalu memperkaya wawasan. Bagi saya bimbingan bukanlah hal yang menyeramkan tapi justru menyenangkan. Karena kita bisa berdiskusi bahkan berdebat tanpa ada baper.

Salah satu hal yang saya rasakan menantang adalah menemukan novelty (kebaruan) dari penelitian. Membaca literatur benar-benar tidak cukup sekali. Tapi bisa berkali-kali untuk memahami konsep inti dan menggali kira-kira apa yang bisa diambil dari literatur tersebut untuk digunakan dalam riset. 

BACA JUGA: Cerita Diaspora oleh Mushonnifun Faiz Sugihartanto (7): Melintasi Singapura dan Turki


Mejeng di depan kampus Hanken School of Economics.--Mushonnifun Faiz S

Apalagi jika dari course instructor memberikan artikel yang terbit 30 sampai 40 tahun ke belakang untuk benar-benar mengetahui akar dari konsep, kadang setelah membaca berkali-kali pun saya masih belum sepenuhnya paham. Apalagi artikel dari berbagai jurnal level tinggi yang benar-benar teoritis, banyak sekali dipenuhi istilah-istilah dalam bahasa inggris yang tidak pernah saya dengar. 

Selain struggle dengan penelitian dan studi, tantangan yang saya rasakan seperti juga kebanyakan orang yang diperkuat melalui berbagai penelitian tentang studi S3 adalah loneliness

Saya betul-betul merasakan, ketika datang ke kampus, riset saya ini ya riset saya sendiri. Yang paling tahu dengan riset saya ya saya sendiri. Sebagai contoh, di ruangan saya, ada empat orang yang mengambil S3 di tahun yang sama.

BACA JUGA: Cerita Diaspora oleh Mushonnifun Faiz Sugihartanto (8): Adaptasi ala Negara Nordik

Riset kami berbeda. Said Seven dari Turki meneliti circularity of bio-based textile materials. Sementara Farrukh Iqbal dari Pakistan meneliti circularity of humanitarian operations. Nicole Nguyen dari Vietnam meneliti livestreaming for humanitarian preparadeness. Saya meneliti Sustainable Procurement of Coffee Supply Chains

Sehingga kami tidak bisa terlalu sharing satu sama lain karena meneliti hal yang benar-benar berbeda. Walaupun ada beberapa irisan. Mungkin di metodologi atau beberapa irisan topik dan teori yang kadang kita diskusikan. 

Sehingga benar adanya, saya datang ke office, saya merasa benar-benar ”sendiri”. Beda saat bekerja dulu. Saya bisa membagi tugas dengan satu sama lain termasuk ketika S2. Tapi ketika S3, pekerjaan ini benar benar pekerjaan kita sendiri.

BACA JUGA: Cerita Diaspora oleh Mushonnifun Faiz Sugihartanto (1): Seribu ”Thank You” Menuju Finlandia

Tantangan lainnya adalah pendanaan. S3 di Eropa sebenarnya banyak yang menawarkan full pendanaan hingga akhir studi selama empat. Bahkan di Swedia bisa sampai 5 tahun. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: