Surabaya Tunggu Arahan Kemendikbud untuk Jalankan Kebijakan Sekolah Gratis

Potret para pelajar SMPN 19 Surabaya di perpustakaan sekolah mereka.-M Azizi Yofiansyah-HARIAN DISWAY
SURABAYA, HARIAN DISWAY - Menjelang tahun ajaran baru 2025-2026, Dinas Pendidikan (Dispendik) Kota SURABAYA belum melakukan penyesuaian anggaran untuk menggratiskan seluruh SD dan SMP, baik negeri maupun swasta.
Itu menyusul belum turunnya aturan teknis dari pemerintah pusat pasca-putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mewajibkan penyelenggaraan pendidikan dasar secara gratis.
Anda sudah tahu, MK mengabulkan gugatan terhadap Pasal 34 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), terutama frasa ”wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya”.
Kepala Dispendik Surabaya Yusuf Masruh mengatakan pihaknya masih menunggu regulasi resmi dari Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendidasmen) sebagai leading sector pendidikan dasar dan menengah di Indonesia.
”Karena di sekolah kan ada biaya operasional, biaya personal dan biaya investasi. Lha, ini bagaimana? Kami menunggu dari kementerian,” kata Yusuf, Minggu, 29 Juni 2025.
BACA JUGA:Jakarta Bakal Uji Coba Sekolah Gratis
BACA JUGA:DPR Komitmen Kawal Implementasi Putusan MK tentang Sekolah Gratis untuk SD dan SMP
Selama ini, Pemkot Surabaya mengalokasikan belanja fungsi pendidikan sebesar Rp 2,588 triliun atau sekitar 20,96 persen dari total APBD 2025 yang mencapai Rp 12,3 triliun.
Dana tersebut dialokasikan untuk mendukung berbagai program pendidikan. Dari jumlah tersebut, sebesar Rp 2,335 triliun disalurkan melalui Dinas Pendidikan.
Dana tersebut, antara lain digunakan untuk memberikan bantuan pendidikan kepada sekitar 54 ribu siswa gamis dan pra-gamis yang tersebar di berbagai jenjang dan jenis sekolah di Surabaya.
Rinciannya, sekitar 30 ribu untuk siswa SD negeri, 10 ribu siswa SMP negeri, 4.400 siswa SD swasta dan sekitar 5.400 siswa SMP swasta.
Menurut Yusuf, tidak semua sekolah swasta di Kota Surabaya bergantung pada bantuan pemerintah. Sejumlah sekolah di antaranya telah mampu berdiri mandiri, tanpa mengharapkan dana hibah atau bantuan operasional dari APBD.
Alasannya sederhana, mayoritas siswa yang terdaftar di sekolah swasta berasal dari keluarga yang secara ekonomi mampu. Sehingga biaya pendidikan bisa ditangani sepenuhnya oleh orang tua. Dengan begitu, sekolah membutuhkan bantuan operasional anggaran dari negara. Mereka bisa fokus pada peningkatan mutu serta pengelolaan internal yang lebih fleksibel.
Namun, Yusuf menyebut, pemerintah kota tetap hadir bagi sekolah swasta yang masih membutuhkan dukungan. Salah satu bentuk intervensi yang dilakukan adalah melalui program Orang Tua Asuh, yang dikembangkan dalam pola CSR bersama mitra usaha dan komunitas peduli pendidikan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: