ARTSUBS 2025 di Surabaya, Pameran Seni Kontemporer dan Ruang Refleksi Dunia Pasca Industri

ARTSUBS 2025 di Surabaya, Pameran Seni Kontemporer dan Ruang Refleksi Dunia Pasca Industri

Jumpa pers ARTSUBS 2025 yang digelar di Kokoon Hotel, 31 Juli 2025. Menghadirkan tiga narasumber: Rambat, Nirwan Dewanto, dan Asmudjo J Irianto.-Christian Mazmur-HARIAN DISWAY

Seperti plastik, limbah industri, kaca, bahan sintetik, hingga teknologi seperti kecerdasan buatan (AI) dan augmented reality (AR).

Medium bukan lagi sekadar alat. Melainkan bahasa untuk menyuarakan keresahan, mengkritik, dan merespons dunia.

BACA JUGA:Diskusi Dua Perupa, Hanafi dan Kibo di ARTSUBS, Pertanyakan Seni dalam Dimensi yang Tampak dan Tidak Tampak

Rambat menyatakan bahwa Surabaya memiliki potensi besar sebagai episentrum seni rupa kontemporer. “Target kami tahun ini 50 ribu hingga 60 ribu pengunjung. Pada penyelenggaraan pertama, jumlah pengunjung mencapai 37 ribu orang. Terdapat transaksi sebanyak 107 karya. Angka-angka itu di luar dugaan,” ungkapnya.


Nirwan Dewanto dalam jumpa pers di Kokoon Hotel, 31 Juli 2025. Ia memaparkan tema ARTSUBS 2025, Material Ways.-Christian Mazmur-HARIAN DISWAY

Harga tiket untuk ARTSUBS 2025 ditetapkan sebesar Rp 100 ribu untuk umum dan Rp 50 ribu untuk pelajar.

Museum Sementara dan Panggung Refleksi

Asmudjo menyebut ARTSUBS sebagai “museum lima minggu” yang menggambarkan peran kota metropolitan dalam lanskap budaya global.

BACA JUGA:Water Temple Paradox dalam ARTSUBS, Representasi Kibo terhadap Paradoks Sebuah Perayaan

“Sebuah bangsa beradab selalu memiliki museum. ARTSUBS adalah bentuk mimpi dan pengalaman menubuh dalam ruang kontemplatif dan kreatif. Pengalaman yang bisa memicu kesadaran,” ujarnya.

Maka, ARTSUBS 2025 sekaligus ruang dialog antara seniman dan publik. Dengan pendekatan kuratorial yang tajam, pengunjung diajak tidak hanya menikmati. Tetapi juga menafsirkan, mempertanyakan, dan terlibat dalam realitas yang ditampilkan melalui bahasa visual.

Karya seni rupa kontemporer sering kali tak terbatas. Tubuh, suara, bahkan algoritma bisa menjadi bagian dari ekspresi.

BACA JUGA:Lewat Beyond My Wildest Dream, Zeta Ranniry Abidin Ekspresikan Kejar Mimpi di ARTSUBS

Di tengah percepatan budaya digital, ada kerinduan terhadap sentuhan tangan, keintiman material, dan ketidaksempurnaan. Itulah yang membuat seni lukis tetap bertahan dan bahkan menemukan “napas baru” pada era ini.

Surabaya dan Tantangan Ekosistem Seni

Sebagai kota metropolitan terbesar kedua di Indonesia, Surabaya dinilai memiliki tantangan dan peluang yang unik. Nirwan menyoroti pentingnya pemerataan distribusi seni rupa, yang selama ini masih berat di Jakarta, Bandung, dan Yogyakarta.

“Indonesia begitu istimewa, tetapi belum punya museum seni rupa dengan standar yang seharusnya. ARTSUBS adalah cara Surabaya menyuarakan bahwa kota ini layak memiliki kegiatan seni yang bermakna,” jelasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: