Water Temple Paradox dalam ARTSUBS, Representasi Kibo terhadap Paradoks Sebuah Perayaan

Water Temple Paradox dalam ARTSUBS, Representasi Kibo terhadap Paradoks Sebuah Perayaan

Kibo dan Water Temple Paradox di ARTSUBS. -Martinus Ikrar Raditya-HARIAN DISWAY

SURABAYA, HARIAN DISWAY - Di pelataran Pos Bloc, Surabaya, sebuah karya instalasi besar berdiri mentereng. Berbalut tebaran kain merah dalam rangkaian struktur scaffolding. 

Karya dengan kompleksitas struktur itu berjudul Water Temple ParadoxKreatornya adalah perupa sekaligus arsitek, Rahmat Indrani.

Pada 16 November 2024, Harian Disway berkesempatan untuk menguliknya langsung bersama Kibo, panggilan akrab Rahmat. Ia menjelaskan bahwa kain-kain merah itu merupakan gambaran jalur air. 

Kemudian dasarnya adalah kolam dan terdapat sendok-sendok yang berserakan. "Ada beberapa dimensi yang dibangun saat orang-orang melihat karya saya. Proses pembuatannya memakan waktu 2 bulan. Karya itu adalah wujud dari sebuah proses perayaan," ungkapnya.

Bentuknya terinspirasi dari lampion dalam tradisi Tionghoa. Sedangkan kain merah melambangkan perayaan. Di baliknya, tersusun struktur scafollding sebagai bodi atau rangka dari Water Temple Paradox.

BACA JUGA:Lewat Beyond My Wildest Dream, Zeta Ranniry Abidin Ekspresikan Kejar Mimpi di ARTSUBS

BACA JUGA:ARTSUBS dan Pable Indonesia Gelar Workshop Kerajinan Tas Makrame dari Tali Daur Ulang


Kibo menjabarkan konteks seni yang terkandung dikaryanya saat sesi diskusi ARTSUBS. -Martinus Ikrar Raditya-HARIAN DISWAY

Rangka itu representasi kuil atau temple, sebuah bangunan peribadatan. Lalu unsur air yang dilambangkan dari kain, ia pilih karena ARTSUBS dilaksanakan November. Bulan ketika orang-orang menanti hujan.

"Masih dalam konteks perayaan, saat ini hujan dinanti-nanti. Ketika hujan turun, maka banyak orang yang bersorak merayakan," jelasnya. Namun, di sisi lain, hujan juga dianggap sebagai penghambat terselenggaranya sebuah perayaan. Misalnya, hujan tentu tak diharapkan datang saat weekend.

Disitulah konteks paradoks dari hujan. Pria kelahiran Jambi, 24 Agustus 1989 itu menjelaskan bahwa biasanya hujan datang dari langit. Tetapi, melalui karyanya, Kibo ingin menunjukan hujan itu datang dari lampion.

"Artinya hambatan-hambatan dalam sebuah perayaan tidak dari luar. Melainkan datang dari dalam objek itu sendiri," katanya. Maka, ada tiga hal yang dapat dirasakan saat menikmati karya itu.

Pertama, saat melihatnya dari jauh pengunjung akan tertarik pada kemegahannya. Kedua, setelah tertarik, mereka akan mendekat. Lalu mendengar suara riuh gemericik air.

BACA JUGA:Diskusi ARTSUBS Kuak Jalan Terjal Tak Terarsip Seni Rupa Kontemporer Jawa Timur

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: