Water Temple Paradox dalam ARTSUBS, Representasi Kibo terhadap Paradoks Sebuah Perayaan
Kibo dan Water Temple Paradox di ARTSUBS. -Martinus Ikrar Raditya-HARIAN DISWAY
BACA JUGA:Memulai Perjalanan Seni bersama ARTSUBS, Pameran Seni Rupa Kontemporer Berskala Besar di Surabaya
Terakhir, pengunjung akan disuguhkan cipratan-cipratan air serta visual kolam yang berisi ratusan sendok logam. Di bagian itu, Kibo ingin menyampaikan bahwa sebuah perayaan tak selalu menggembirakan. Mereka yang bahagia hanya mereka yang berpesta.
Hanya mereka yang mampu secara ekonomi yang bisa melakukan perayaan. Sedangkan di luar sana, masih ada penderitaan. Rasa lapar. Seperti gambaran sendok-sendok kosong yang berserakan.
Instalasi itu terinspirasi dari pengalaman Kibo kala berteduh di tengah hujan. Saat itu di sekitarnya, ia melihat orang-orang yang hidup di jalanan. "Saat makan, hujan datang. Mereka lari, mencari tempat berteduh. Sehingga peralatan makan mereka ditinggal begitu saja. Termasuk sendok," ujarnya.
Maka sendok pun dipilih untuk mencitrakan paradoks sebuah perayaan. Karyanya itu sekaligus sebagai sindiran bagi metropolitan seperti Surabaya.
Di Kota Pahlawan, sedang berlangsung gelaran ARTSUBS yang prestisius. Sebagai wujud perayaan kesenian. Namun, metropolitan seperti Surabaya cenderung kurang memberi perhatian.
Karena fokus kota hanya melulu sektor perdagangan, sektor ekonomi, maka sisi apresiatif terhadap karya seni masih dirasa kurang.
Water Temple Paradox karya Kibo dalam ARTSUBS 2024.-Martinus Ikrar Raditya-HARIAN DISWAY
BACA JUGA:ARTSUBS Gelar Workshop Seni Keramik, Ajak Peserta Nikmati Proses Berkesenian Tanah Liat
"Ekosistem di Surabaya menempatkan seni sebagai hal sampingan. Penyelenggaraan ARTSUBS ini saja dilakukan dengan dana swadaya," ucapnya.
Sebenarnya, masyarakat Surabaya cukup antusias dengan kegiatan itu. Bisa dibuktikan dengan jumlah kunjungan yang mencapai 500 orang pada hari biasa.Bahkan jumlahnya bisa meningkat tiga kali lipat saat akhir pekan.
Sayang sekali pemerintah kurang melirik ARTSUBS sebagai pameran seni kontemporer kelas internasional. Itulah yang disinggung oleh kehadiran Water Temple Paradox.
"Surabaya masih melihat kegiatan berkesenian sebagai kegiatan transaksional. Akhirnya, seni tidak punya tempat," ungkapnya. Ditambah lagi, komunitas kolektor di Surabaya sangat kurang. Tidak seperti Jakarta, Bandung atau Jogjakarta. Dengan adanya komunitas kolektor, roda perekonomian seni bisa bergerak.
Kibo sangat berharap jika ARTSUBS diadakan kembali tahun depan. Dan ia berharap pemerintah bisa lebih melek lagi. Agar ekosistem berkesenian bisa lebih hidup.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: