Dalih Perdata Selalu Diajukan dalam Sidang Kasus Tipu-Tipu

Dalih Perdata Selalu Diajukan dalam Sidang Kasus Tipu-Tipu

TERDAKWA Annie Halim di kursi roda. Dia didampingi penasihat dalam sidang di Pengadilan Negeri Surabaya.-Michael Fredy Yacob-

HARIAN DISWAY - Sidang tipu-tipu selalu berkutat pada apakah perdata atau murni pidana. Itu pula yang selalu dijadikan perlawanan para terdakwa kasus penipuan dan/atau penggelapan. Itulah yang dilakukan tim penasihat hukum terdakwa Lim Victory Halim dan Annie Halim.

Mereka kemarin menghadirkan saksi ahli hukum perbankan. Yakni, Yunus Husein. Saksi itu menerangkan keahliannya dalam kasus dugaan penipuan investasi PT Berkat Bumi Citra (BBC). 

Mantan kepala Otoritas Jasa Keuangan (OJK) itu menjelaskan, medium term note (MTN) adalah surat sanggup yang penerbitannya diatur dalam Pasal 174–177 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD).

”Sebagai surat sanggup, MTN penerbitannya tanpa seizin atau sepersetujuan OJK (Otoritas Jasa Keuangan),” kata Yunus saat memberikan penjelasan pada sidang di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya kemarin, 27 April 2023. 

Sebagai surat sanggup, MTN mempunyai karakteristik setara surat berharga yang bisa dipindahtangankan. ”Surat sanggup lahir berdasarkan perjanjian antara penerbit dan pemegang surat berharga,” ungkapnya. 

Bunga dalam surat sanggup itu lahir dari pinjaman antara penerbit dan investor. Besarnya bunga juga bergantung pada persetujuan dari para pihak. Tentu dengan tidak ada batasan maksimum sama sekali.

”Pengertian bunga dalam surat sanggup bukan berarti menunjuk bahwa surat sanggup itu merupakan simpanan dana masyarakat,” terangnya. 

Namun, tentu di mana ada keuntungan, pasti akan ada risikonya.

Seperti kasus yang menimpa kedua terdakwa. Risiko surat sanggup seperti MTN adalah wanprestasi. Uang investor hilang akibat kerugian. ”Yang mana dapat diselesaikan secara keperdataan, gugatan, atau perdamaian. Bukan langsung ke ranah pidana,” tegas Yunus.

Seusai sidang, Yunus kembali menegaskan bahwa produk investasi MTN tidak perlu izin dari OJK. Ia menyebut kasus investasi MTN itu sama dengan kasus industri di Jakarta. ”Ahli yang dihadirkan dalam kasus itu juga menjelaskan hal yang sama dengan yang saya jelaskan,” ungkapnya.

Kalaupun harus ada izin OJK, kemudian izin itu dilanggar, hal tersebut hanya pelanggaran administratif. ”Tidak ada di pidana sehingga ini perdata. Misalnya, Bapak utang sama saya, kemudian bapak beri surat sanggup. Artinya, Bapak sanggup bayar tanggal sekian. Kalau gak bisa bayar, ini namanya wanprestasi,” terang Yunus. 

Sementara itu, Supriadi, kuasa hukum kedua terdakwa, sepakat dengan keterangan Yunus di muka persidangan. ”Bahwa ini ranah perdata. Sehingga, seharusnya diselesaikan secara gugatan perdata. Bukan pidana seperti yang sekarang klien saya alami,” katanya. 

Dalam dakwaan jaksa, kedua terdakwa melakukan dugaan penipuan investasi MTN di PT Berkat Bumi Citra. Total kerugian Rp 13,2 miliar. Kedua terdakwa didakwa dengan Pasal 378 KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, Pasal 46 ayat (1) jo ayat (2) UU Nomor 10 Tahun 1998.

Tentang perubahan atas UU Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, dan Pasal 4 UU RI Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (Michael Fredy Yacob)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: