Humas Pemerintah dan Spirit Tri Hita Karana, Membangun Komunikasi yang Harmonis

ILUSTRASI Humas Pemerintah dan Spirit Tri Hita Karana, Membangun Komunikasi yang Harmonis-pixabay/@geralt-
DALAM dunia kehumasan, keberhasilan tidak hanya diukur dari seberapa efektif pesan tersampaikan, tetapi juga bagaimana menjadi jembatan yang mampu merawat harmoni antara pemerintah, publik, dan lingkungan.
Falsafah Tri Hita Karana dari Bali menawarkan perspektif yang relevan dengan kondisi saat ini. Tri Hita Karana bermakna tiga penyebab kebahagiaan, yaitu Parahyangan (hubungan harmonis dengan Tuhan), Pawongan (hubungan harmonis antarmanusia), dan Palemahan (hubungan harmonis dengan alam).
Jika ditarik dalam praktik komunikasi, konsep itu bisa menjadi fondasi penting bagi humas pemerintah untuk menghadirkan komunikasi publik yang humanis, partisipatif, dan berkelanjutan.
BACA JUGA:Kenali Talent DNA, Kunci Baru dalam Pengelolaan Kehumasan
BACA JUGA:Polda Jatim Gelar Donor Darah, Sambut Hari Jadi Humas Polri
Hubungan dengan Tuhan atau Parahyangan dalam komunikasi publik dapat dimaknai sebagai integrasi nilai moral dan spiritual dalam pesan-pesan kehumasan. Di tengah tantangan sosial seperti kemiskinan, kesehatan, dan krisis lingkungan, humas pemerintah dapat memanfaatkan narasi religius atau nilai etis untuk memperkuat legitimasi pesan.
Contohnya, ajakan vaksinasi campak yang dikaitkan dengan tanggung jawab moral menjaga generasi atau program zakat produktif yang dikomunikasikan sebagai ibadah sekaligus instrumen pengentasan kemiskinan.
Sejalan dengan teori spiritual communication (Hoover, 2002), pendekatan itu menekankan bahwa komunikasi tidak hanya soal informasi, tetapi juga menumbuhkan makna dan kedalaman.
BACA JUGA:Kapolri: Semua ASN dan Personel Polri Emban Fungsi Kehumasan
BACA JUGA:Disway Enhancement Workshop, Dongkrak Spirit Staf Kehumasan
Dimensi kedua, Pawongan menekankan pentingnya relasi antarmanusia yang harmonis. Dalam konteks kehumasan, hal itu sejalan dengan excellence theory dari James E. Grunig (1984; 2006) yang menekankan komunikasi dua arah simetris (two-way symmetrical communication).
Praktiknya, humas tidak hanya menyampaikan instruksi dari atas ke bawah, tetapi juga membuka ruang dialog. Misalnya, saat pemerintah meluncurkan program transportasi publik Trans Jatim, keberhasilan komunikasinya tidak hanya karena murah dan tepat waktu, tetapi juga karena membuka ruang masukan publik melalui aplikasi digital. Publik dilibatkan, bukan sekadar menjadi objek.
Survei Katadata Insight Center (2023) bahkan mencatat bahwa 73 persen masyarakat Indonesia lebih percaya pada program pemerintah ketika komunikasinya melibatkan tokoh lokal atau komunitas, bukan sekadar kampanye formal. Artinya, membangun kepercayaan publik hanya mungkin jika komunikasi dijalankan dengan pola dialogis, partisipatif, dan penuh empati.
Dimensi ketiga, Palemahan menjadi makin relevan di tengah krisis iklim global. Agenda publik kini tak bisa dilepaskan dari isu keberlanjutan lingkungan. Teori agenda setting (McCombs & Shaw, 1972) menjelaskan bahwa media dan komunikasi pemerintah dapat mengarahkan perhatian publik pada isu tertentu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: