Campak, Herd Immunity, dan Tantangan Kesehatan Publik

ILUSTRASI Campak, Herd Immunity, dan Tantangan Kesehatan Publik.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-
BACA JUGA:Campak Kembali Mengancam, Kenali Gejala dan Langkah Pencegahan yang Harus Dilakukan Orang Tua
BACA JUGA:Status KLB Ditetapkan, Campak Renggut 17 Nyawa Anak di Sumenep
Perlindungan utama bagi kelompok rentan sebenarnya sederhana, yakni vaksinasi. Selain itu, penanganan pada pasien suspek harus ditunjang dengan perbaikan gizi, pengendalian infeksi, serta komunikasi risiko di masyarakat.
Vitamin A turut diberikan untuk mencegah sakit berat. WHO mencatat, vaksinasi campak berhasil mencegah lebih dari 60 juta kematian pada 2000–2023.
Sayangnya, pandemi Covid-19 mengganggu pelaksanaan program vaksinasi rutin dan surveilans kesehatan, termasuk untuk campak. Akibatnya, kasus campak meningkat tajam. Pada 2022 Indonesia mencatat 3.341 kasus, naik 32 kali lipat dari tahun sebelumnya.
BACA JUGA:Lawan Campak dan Kanker Serviks, Surabaya Mulai Vaksinasi HPV dan CKG
Angka itu melonjak lagi menjadi 10.628 kasus pada 2023, sebelum turun ke 3.501 pada 2024. Tahun 2025 masih mencatat kurang dari 500 kasus, tetapi tren di Sumenep patut diwaspadai.
Cakupan vaksinasi campak di Indonesia masih di bawah standar eliminasi WHO, yakni 95 persen untuk mencapai herd immunity.
Berbagai faktor menyebabkan hal itu, mulai keraguan terhadap efektivitas vaksin, kejadian ikutan pascaimunisasi (KIPI) ringan seperti demam dan nyeri, isu halal-haram, hingga terpengaruh hoaks.
Ada pula pandangan keliru bahwa imunisasi justru memicu penyakit. Dua tantangan terakhir begitu kuat untuk konteks Madura.
Padahal, solusi pencegahan sederhana, yaitu meningkatkan cakupan vaksinasi. Penurunan angka vaksinasi selalu berbanding lurus dengan lonjakan kasus. Maka, literasi masyarakat perlu diperkuat, dengan menegaskan bahwa imunisasi adalah hak anak.
Orang tua harus menyadari pentingnya imunisasi campak demi perlindungan generasi mendatang.
Dalam kondisi wabah, strategi outbreak response immunization (ORI) dijalankan untuk memperkuat herd immunity. ORI bertujuan menutup celah kekebalan (immunity gap) agar rantai penularan terputus. Tentu keberhasilan upaya itu sangat bergantung pada dukungan masyarakat.
Namun, edukasi vaksinasi bukan perkara mudah. Penerimaan masyarakat dipengaruhi banyak faktor: pengetahuan, kepercayaan, budaya, hingga paparan informasi salah. Karena itu, pendekatan kultural dan sosial mutlak dilakukan, dengan melibatkan tokoh agama, tokoh masyarakat, dan kader kesehatan.
Pesan vaksinasi akan lebih diterima bila selaras dengan nilai budaya dan keyakinan setempat. Tokoh agama memegang peran kunci untuk bersama pemerintah daerah memberikan edukasi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: