Nasionalisme di Era Digital Disruptif

Nasionalisme di Era Digital Disruptif

ILUSTRASI Nasionalisme di Era Digital Disruptif-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-

Masyarakat pun memerlukan literasi digital. Nasionalisme digital seharusnya menjadi energi persatuan, bukan sekadar slogan atau sarana stigmatisasi. Cinta tanah air di era digital perlu diwujudkan dalam sikap kritis, dialog terbuka, dan penghargaan pada keberagaman. 

Nasionalisme di era digital disruptif adalah realitas yang harus kita pahami dengan bijak. Ia tidak hanya lahir dari pidato kenegaraan, upacara bendera, atau perayaan kemerdekaan, tetapi juga dari unggahan warga di media sosial. 

Nasionalisme akan kehilangan daya jika hanya dipahami sebagai retorika top-down. Tetapi, nasionalisme akan menemukan kembali maknanya bila dijalankan sebagai energi kolektif yang mendengar, mengakui, dan merangkul aspirasi masyarakat digital. 

Karena itulah, public sphere digital tidak boleh dibungkam, ditutup, atau diblokir hanya karena perbedaan pandangan. Sebaliknya, ruang itu harus dibaca dan dipetakan secara ilmiah melalui analisis komunikasi big data. 

Dengan pendekatan itu, aspirasi publik digital dapat dipahami secara lebih objektif, cepat, dan tepat sehingga pemerintah terhindar dari kebijakan yang keliru dan masyarakat memperoleh kanal dialog yang sehat. 

Pemerintah, akademisi, dan masyarakat perlu bersinergi merawat ruang digital sebagai public sphere yang sehat. Dengan riset big data, literasi digital, dan dialog inklusif, nasionalisme di era digital dapat benar-benar menjadi kekuatan pemersatu, bukan pemecah. (*)

*) Irwan Dwi Arianto adalah kepala Laboratorium Integrated Digital – FISIBPOL, Universitas Pembangunan Nasional ”Veteran” Jawa Timur.

 

 

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: