Hari Perdamaian Internasional: Ekspresi Seni sebagai Jalan Damai

Hari Perdamaian Internasional: Ekspresi Seni sebagai Jalan Damai

ILUSTRASI: Hari Perdamaian Internasional: Ekspresi Seni sebagai Jalan Damai-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-

SETIAP 21 September, masyarakat seluruh dunia memperingati Hari Perdamaian Internasional. Peringatan itu bukan sekadar seremoni, melainkan juga ajakan kolektif untuk menyembuhkan luka akibat konflik, sekaligus menumbuhkan benih perdamaian. Di tengah menguatnya turbulensi geopolitik global saat ini, kita diingatkan kembali akan pentingnya menempatkan perdamaian sebagai pijakan utama dalam kehidupan bersama.

Relevansi peringatan itu tampak makin nyata ketika melihat situasi global terkini. Ukraina masih bergejolak, Gaza belum terbebas dari pertumpahan darah, Sudan dan Republik Demokratik Kongo terus tersandera perang saudara. Sementara itu, ketegangan geopolitik di Asia Timur tampak kian pelik. 

Fakta-fakta tersebut menunjukkan bahwa setelah begitu banyak upaya diplomasi, khotbah perdamaian, maupun aliansi perdamaian internasional dibangun, dunia masih dipenuhi dengan bara konflik yang menyala di berbagai penjuru dunia.

BACA JUGA:23 Februari Ada Peringatan Hari Perdamaian dan Pemahaman Sedunia, Apa Itu?

BACA JUGA:Selain Hari Perdamaian dan Pengertian Sedunia serta Hari Mesin Diesel, 23 Februari Juga Hari Memerangi Bullying Internasional

Inisiator berdirinya PBB, Roosevelt (1951), pernah berpesan, ”tidaklah cukup hanya berbicara tentang perdamaian. Kita harus memercayainya. Tidak cukup hanya memercayainya. Kita harus mengusahakannya.” 

Pesan tersebut terasa menohok. Sebab, dunia kerap berhenti pada jargon perdamaian tanpa komitmen yang sungguh-sungguh untuk mewujudkannya. Perundingan gencatan senjata acap kali diiringi rentetan ledakan serangan. 

Begitu pun pendirian aliansi perdamaian yang tak jarang digunakan sebagai landasan menerapkan standar ganda menyerang lawan yang diciptakan sendiri. Padahal, akibat dari semua formalitas dan nihilnya kerja nyata itu, perdamaian hanyalah menjadi mimpi yang jauh dari kenyataan.

BACA JUGA:Membangun Bangsa dengan Empan Papan: Seni Memimpin dengan Rasa dan Kesadaran

BACA JUGA:Seni sebagai Investasi, Jalan Menuju Ketajaman Makna

Di titik itulah kita perlu berani menempuh cara baru untuk memperkuat pesan perdamaian di ruang publik. Upaya konvensional seperti orasi, diplomasi, dan aliansi memang tetap relevan, tetapi jelas tidak cukup jika hanya mengandalkan jalur itu. Kita perlu menjejaki ruang lain yang kerap terabaikan, yakni seni. 

Lewat bahasa dan ekspresi goresan tinta yang jujur, lembut, dan universal, seni mampu menembus tembok kebencian yang tak bisa ditembus pidato maupun meja perundingan. Ia bisa mengetuk ruang hati terdalam, bahkan pada mereka yang telah lama terjebak dalam lingkaran konfliktual.

MENELADANI BAPAK PERDAMAIAN INDONESIA

Refleksi mengenai peran seni dan pendekatan damai dapat kita mulai dengan mengunduh mutiara keteladanan dari Presiden Ke-6 Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Jauh sebelum memasuki gelanggang politik, ia telah mengabdikan dirinya dalam misi perdamaian di bawah naungan PBB. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: