Gen Z: Denyut Digital Demokrasi

ILUSTRASI Gen Z: Denyut Digital Demokrasi.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-
Dalam hal ini, media sosial telah memungkinkan generasi Z untuk membentuk jaringan solidaritas yang melampaui batasan negara.
Seperti yang terlihat pada protes-protes di Nepal, Indonesia, dan Prancis, media sosial mempercepat mobilisasi, memungkinkan generasi muda untuk menantang sistem politik yang lambat merespons perubahan.
Selain itu, protes-protes terbaru itu mengingatkan kita pada peristiwa besar sebelumnya, seperti Arab Spring dan protes di Hongkong, ketika media sosial juga memainkan peran krusial dalam mengorganisasi perlawanan.
Di Hongkong, meskipun pengawasan digital ketat, media sosial memungkinkan aktivis untuk mengorganisasi protes, berbagi pembaruan secara langsung, dan menggalang dukungan internasional.
Protes di Arab Spring juga menunjukkan bagaimana media sosial dapat mempercepat penyebaran informasi dan memperbesar gerakan politik yang berorientasi pada kebebasan.
Ke depan kita dihadapkan pada pertanyaan besar: bagaimana kita mengelola kekuatan besar yang dimiliki media sosial dalam politik?
Walaupun platform itu memberikan suara kepada generasi muda untuk berbicara dan memperjuangkan perubahan, mereka juga membawa risiko berupa penyebaran informasi yang salah dan pelemahan kepercayaan pada institusi demokratis.
Agar media sosial dapat digunakan untuk kebaikan, kita harus memastikan bahwa ruang digital dipenuhi dengan keterlibatan demokratis yang sehat dan bertanggung jawab.
Peristiwa-peristiwa yang digambarkan di atas menunjukkan bahwa media sosial lebih dari sekadar alat komunikasi. Ia adalah denyut nadi bagi aktivisme generasi Z, yang memungkinkan mereka untuk membentuk masa depan demokrasi. Dengan kekuatan itu, datang pula tanggung jawab.
Kita harus memastikan bahwa ruang digital digunakan secara konstruktif, mendukung perubahan positif, dan memperkuat demokrasi. Dengan memahami potensi dan tantangan yang ada, kita perlu memastikan media sosial berfungsi sebagai kekuatan baik untuk dunia yang lebih adil dan setara. (*)
*) Eko Ernada adalah dosen hubungan internasional di Universitas Jember.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: