Komedi Hari Komedi (3): Komunitas Stand Up Indo-Surabaya, Tempat Tumbuh Para Komika

Kekompakan anggota Komunitas Stand Up Indo-Surabaya dalam acara Stand Up Nite di Titik Koma, Ketintang, Surabaya, beberapa waktu lalu.-Dok. Axel Mocsy.-
Dunia komedi Indonesia banyak diwarnai oleh genre komedi tunggal alias stand up comedy dalam satu dekade terakhir. Terutama di layar tv hingga jagat media sosial. Namun, aksi kocak para komika (sebutan untuk komedian tunggal) itu sejatinya juga ditopang oleh komunitas yang tumbuh subur di berbagai daerah, termasuk Kota Surabaya.
—
Kini, semua orang bisa menikmati komedi cukup dalam genggaman ponsel pintar. Di media sosial berserakan konten-konten para komika dengan beragam tema. Mulai dari sepak bola sampai sosial-politik. Kita pun kerap tak kuasa menahan gelak tawa. Bahkan di saat-saat paling sibuk.
Media sosial itulah yang menjadi panggung baru para komika. Tak lagi terbatas pada program-program televisi. Terutama program impian para komika: Stand Up Comedy Indonesia (SUCI).
BACA JUGA:Mertua Galak: Cinta Yudhit Ciphardian Sebagai Calon Mertua Naik ke Panggung Komedi
“Kalau di luar TV, masih banyak YouTube yang bikin kompetisi,” kata Yudhit Ciphardian, komika senior asal Surabaya yang pernah menembus SUCI 4. “Persaingannya lumayan sehat. Mereka saling support, bukan cuma rebutan atensi,” sambung komika berusia 49 tahun itu.
Di era digital, viral sama dengan uang. Banyak komika sukses karena konten singkat di TikTok atau Instagram Reels. Di Surabaya, misalnya, beberapa konten kreator sukses seperti Robi Maulid dan Steven Wongso juga berangkat dari komika.
BACA JUGA:Komedi Hari Komedi: Cak Suro Andalkan Jurus Tai Chi Master di Tengah Disrupsi
Media sosial memang mempermudah mereka untuk terkenal. Bahkan, dengan bakat-bakat di luar komedi. Sebut saja Raim Laode yang kini lebih dikenal sebagai penyanyi. Kemudian film-film komedi hingga acara prime televisi yang dibintangi oleh para komika.
Yudhit Ciphardian (kiri) mengungkapkan keresahannya sebagai calon mertua lewat special shownya yang bertajuk Mertua Galak. -Boy Slamet-HARIAN DISWAY
Kenapa demikian? Karena stand up comedy lahir dari keresahan. “Jokes-nya relate. Mereka cerita apa pun soal kehidupan mereka. Misalnya soal macet, pacaran, gaji UMR, orang tua. Hal-hal yang kita alami sehari-hari,” jelas Yudhit.
Persaingan memang tak bisa dihindari di media sosial. Tapi, menurut Yudhit, kompetisi itu berlangsung sehat. Sehingga komunitas tempat mereka bernaung pun tetap guyub. Termasuk komunitas Stand Up Indo-Surabaya yang masih menjadi wadah untuk saling berbagi ilmu dan pengalaman.
BACA JUGA:Komedi Hari Komedi: Cak Suro Andalkan Jurus Tai Chi Master di Tengah Disrupsi
“Kami masih open mic rutin, belajar bareng. Masih sehat secara komunitas,” imbuhnya. Begitu pula komunitas-komunitas serupa di seluruh daerah. Selalu menjadi tempat untuk tumbuh bagi mereka.
Yudhit pun merasakannya. Ia tidak lahir langsung di skena komedi besar. Tetapi, merangkak dari nol. Bahkan, sempat membuat komunitas stand-up sendiri di lingkungan gereja pada 2012.
Bersama Dodit Mulyanto dan Wahyu Togog. Mereka belajar sendiri. Menonton video YouTube, mencoba-coba materi, dan latihan di depan rekan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: