Pemuda Bunuh Pacar yang Dihamili: Ini Problem Nasional

Pemuda Bunuh Pacar yang Dihamili: Ini Problem Nasional

ILUSTRASI Pemuda Bunuh Pacar yang Dihamili: Ini Problem Nasional.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-

J dijerat dengan Pasal 340 KUHP, pembunuhan berencana. Ancaman maksimal hukuman mati. Tentunya ia segera dipecat dari pekerjaan perangkat desa.

Dikutip dari Psychology Today, 14 Agustus 2008, berjudul Remaining puzzle #10: Why do men murder their pregnant wives/girlfriends? karya Satoshi Kanazawa, mempertanyakan hal serupa:

Mengapa pria membunuh perempuan (istri atau pacar) hamil yang sedang mengandung anak genetik mereka?

Hal itu merupakan misteri dari perspektif psikologi evolusioner. Sebab, para pria itu punya pilihan untuk menelantarkan wanitanya. Atau, meninggalkan si wanita dengan begitu saja. Tidak perlu membunuh wanita itu. 

Dipaparkan, mungkin beberapa pria, dalam keadaan tertentu, tidak mampu atau tidak mau punya anak meski ia sudah berhubungan seks dengan wanitanya, karena berbagai alasan. 

Namun, dalam kasus seperti itu, tindakan yang paling rasional dan minim risiko adalah menelantarkan mereka. Sama sekali tidak ada alasan untuk membunuh mereka. 

Pembunuhan anggota kelompok dalam (ingroup) selalu dikutuk keras sepanjang sejarah evolusi manusia. Pembunuhan merupakan tindakan ekstrem. Lalu, mengapa para pria itu melakukannya?

Dari perspektif psikologi evolusioner, jawabannya bukanlah bahwa para pria ini takut akan ditetapkan secara hukum sebagai ayah biologis anak tersebut melalui tes DNA yang diperintahkan pengadilan, dan kemudian diwajibkan secara hukum untuk membayar tunjangan anak oleh pengadilan, dengan ancaman hukuman penjara jika tidak mematuhinya. Bukan itu.

Tes DNA, gugatan paternitas, pengadilan pidana, dan penjara, tidak ada dalam budaya leluhur, sehingga otak pria tidak dapat benar-benar memahami mereka dan mereka cenderung tidak bertindak berdasar kekhawatiran tersebut.

Otak manusia mengalami kesulitan memahami dan menangani entitas dan situasi yang tidak ada di lingkungan leluhur lebih dari 10.000 tahun yang lalu. 

Itulah yang dikenal sebagai prinsip savana. 

Misalnya, jika otak pria benar-benar dapat memahami alat kontrasepsi, seperti kondom dan pil, mereka seharusnya tidak marah sama sekali jika istri mereka berzina saat mereka menggunakan pil. Sebab, para pria itu tidak ditipu untuk membesarkan anak yang dihasilkan perselingkuhan. 

Namun, kenyataannya, tidak ada bedanya bagi pria apakah istri mereka menggunakan pil atau kondom saat mereka berzina. Itu akan sangat membuat mereka marah. Meskipun wanitanya tidak hamil.

Penulis Satoshi Kanazawa menyatakan, ia sulit memahami pemikiran pria pembunuh istri atau pacar yang sedang hamil dari hubungan seks dengannya. Sehingga diperlukan riset mendalam untuk itu.

Maeve E. Wallace dalam karyanya berjudul Trends in Pregnancy-Associated Homicide, United States, 2020 (September 2022), menyebutkan demikian:

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: