Pertamina Dorong Transisi Energi Lewat Inovasi Produk Rendah Karbon di Tingkat Regional

Kantor pusat Pertamina.-Humas Pertamina-
HARIAN DISWAY - PT Pertamina (Persero) terus memperkuat posisinya sebagai pelopor pengembangan energi bersih di kawasan regional. Melalui berbagai inovasi, Pertamina menunjukkan komitmennya dalam mendukung transisi menuju energi berkelanjutan dan rendah karbon.
Wakil Direktur Utama Pertamina, Oki Muraza, menegaskan bahwa perusahaan tidak hanya berfokus pada ketahanan energi nasional, tetapi juga aktif berkontribusi dalam menekan emisi karbon.
“Pertamina tidak hanya berfokus pada ketahanan energi nasional, tetapi juga berperan aktif menurunkan emisi dan menciptakan ekosistem energi yang lebih hijau,” ujar Oki dalam Investor Daily Summit 2025 di Jakarta Convention Center (JCC), Kamis (9/10).
Salah satu langkah nyata adalah peluncuran Pertamax Green 95, bahan bakar dengan Research Octane Number (RON) 95 dan kandungan sulfur di bawah 50 ppm (Euro IV). Produk berbasis bioetanol ini menjadi simbol transformasi menuju energi ramah lingkungan sekaligus penggerak ekonomi hijau di dalam negeri.
BACA JUGA:Anak Rizal Chalid Ikuti Proses Hukum Kasus Tata Kelola Minyak Pertamina
BACA JUGA:Pertamina Pastikan Energi Aman Selama MotoGP Mandalika 2025, Dari Udara hingga Darat
“Pertamina mencatat, penggunaan Bioetanol dalam negeri dapat mensubstitusi bensin impor sehingga mampu mengurangi defisit neraca perdagangan impor bensin yang saat ini setara USD 12,4 miliar (Rp200 triliun), menurunkan emisi karbon sektor transportasi, serta menggerakkan ekonomi untuk para petani,” ungkap Oki.
Tak berhenti di situ, Pertamina juga mencetak sejarah lewat produksi Sustainable Aviation Fuel (SAF) berbasis minyak jelantah, yang pertama kali digunakan dalam penerbangan Pelita Air rute Jakarta–Bali pada 20 Agustus 2025. Langkah ini menempatkan Pertamina sebagai satu-satunya produsen SAF co-processing di ASEAN, dengan rantai pasok yang melibatkan pengumpulan minyak jelantah hingga pemanfaatan oleh maskapai nasional.
Produk SAF tersebut telah bersertifikasi International Sustainability and Carbon Certification (ISCC) dan mampu menekan emisi karbon penerbangan hingga 84 persen.
“Teknologi SAF ini sepenuhnya dikembangkan oleh insinyur dalam negeri, membuktikan kapasitas Indonesia sebagai regional champion energi hijau,” tegas Oki.
BACA JUGA:Kejagung Periksa 5 Saksi Kasus Dugaan Korupsi Minyak Mentah PT Pertamina
BACA JUGA:Kejagung Periksa 5 Saksi Kasus Dugaan Korupsi Minyak Mentah PT Pertamina
Di sisi lain, penerapan program Biodiesel B40 juga menunjukkan kemajuan signifikan.
“Program Biodiesel B40 Indonesia merupakan yang tertinggi di dunia, sehingga Indonesia dapat sepenuhnya mandiri dalam pemenuhan kebutuhan solar domestik,” tambah Oki.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: