Tolak Kucurkan Duit APBN ke Family Office-nya Luhut, Purbaya: Bangun Aja Sendiri!

Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menolak mendanai mendanai pembangunan family office di Bali dengan menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)-disway.id/Anisha Aprilia -
Secara umum, family office adalah lembaga pengelola kekayaan milik individu atau keluarga superkaya (UHNWI). Layanan yang diberikan meliputi pengaturan investasi, strategi pajak, hingga manajemen aset dan warisan.
Gagasan pembentukan proyek family office di Indonesia pertama kali disuarakan oleh Luhut Binsar Pandjaitan ketika masih menjabat sebagai Menteri Koordinasi Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves).
BACA JUGA:Puluhan Gubernur Geruduk Kantor Purbaya, Protes Pemotongan Dana Transfer Daerah untuk APBD 2026
BACA JUGA:Dasco: Wacana Pembangunan Ulang Ponpes Al Khoziny Pakai APBN Belum Final
Ia menilai, langkah tersebut bisa menarik anggaran dana yang akan memperkuat perekonomian nasional.
Mengacu pada laporan The Wealth Report, jumlah individu superkaya di Asia diperkirakan meningkat sekitar 38,3% selama 2023–2028.
Menurut Luhut, potensi tersebut perlu dimanfaatkan dengan menyiapkan ekosistem pengelolaan dana yang aman dan menarik investor global.
Pulau Bali menjadi wilayah yang dipertimbangkan sebagai lokasi proyek tersebut karena memiliki reputasi internasional dan potensi investasi yang tinggi terutama dalam sektor properti dan pariwisata.
BACA JUGA:Purbaya Puji Sikap Gubernur DKI yang Tenang Hadapi Pemotongan Dana Besar
BACA JUGA:Rupiah Melemah, Menkeu Purbaya Sebut Akibat Ekspektasi Pasar dan Isu Media
Potensi dan Risiko yang Mengintai Proyek Family Office
Meskipun menawarkan peluang investasi yang luas, rencana pembangunan family office juga menuai kekhawatiran.
Sejumlah pengamat ekonomi memperingatkan adanya risiko pencucian uang dan praktik penghindaran pajak bila proyek ini tidak diawasi secara ketat.
Hal itu disebabkan karena lembaga seperti family office umumnya memiliki tingkat kerahasiaan data yang tinggi dan beroperasi lintas negara. Skema ini berpotensi dimanfaatkan untuk menyamarkan aliran dana.\
Para ekonom juga menilai regulasi anti pencucian uang di Indonesia masih sangat lemah dibanding yurisdiksi keuangan seperti Singapura atau Hong Kong.
Tanpa adanya pengawasan yang ketat dan akuntabilitas tinggi, proyek family office bisa menjadi celah baru bagi praktik keuangan ilegal. (*)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: