Resiliensi Perguruan Tinggi Indonesia di Tengah Hadirnya Kampus Asing

Resiliensi Perguruan Tinggi Indonesia di Tengah Hadirnya Kampus Asing

ILUSTRASI Resiliensi Perguruan Tinggi Indonesia di Tengah Hadirnya Kampus Asing.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-

PRESIDEN Prabowo Subianto saat bertemu Presiden Dewan Eropa Antonio Costa di Kantor Dewan Eropa, Brussel, 13 Juli 2025, membuka peluang dan wacana hadirnya kampus asing di Indonesia. Hal itu menandakan bahwa kampus asing telah mendapat restu dari orang nomor satu di republik ini untuk berdiri, bahkan berkompetisi.

Lalu, apa yang perlu dilakukan institusi pendidikan tinggi di Indonesia di tengah hadirnya kampus asing yang saat ini telah dimulai dengan keberadaan perguruan tinggi (PT) asing di beberapa kota besar di Indonesia. 

Antara lain, di Surabaya ada Western Sydney University (Australia). Juga, di Bandung ada Lancaster University (Inggris), Deakin University (Australia), dan di Jakarta ada Monas University Indonesia (Australia). 

UNESCO sebagai salah satu badan PBB bersama beberapa kampus papan atas di Indonesia saat ini sedang merencanakan untuk penyusunan kurikulum terbaru yang sesuai dengan misi berkelanjutan global. 

Lalu, bagaimana resiliensi PT di Indonesia dalam merespons hadirnya kampus asing secara masif? 

Itu sebuah tantangan bagi pendidikan tinggi di Indonesia sembari melakukan upaya penguatan institusi untuk berkolaborasi dan beradaptasi. Di sisi lain, juga dimungkinkan berkompetisi.

Perkembangan dunia global dalam berbagai bidang tidak dapat ditolak, termasuk hadirnya kampus asing. Namun, negara tetap harus mengarusutamakan kedaulatan pendidikan nasional. 

Yaitu, memperkuat kemandirian sistem pendidikan nasional terkait arah, kurikulum, mutu pendidikan, dan lulusan. Meski begitu, tidak berarti menolak segala sesuatu yang berasal dari luar.

Dalam kaitan dengan perkembangan dunia global, Alvin Toffler –penulis dan futurolog Amerika Serikat yang dikenal dengan karya-karyanya mengenai revolusi digital, revolusi komunikasi, dan singularitas teknologi– memberikan pesan yang ditulis dalam buku Gelombang Ketiga bahwa perubahan terjadi dalam berbagai bidang kehidupan. 

Kini, seiring dengan era global, telah nyata perubahan dalam berbagai bidang seperti politik, industri, pemerintahan, dan sebagainya, termasuk perguruan tinggi di Indonesia. Oleh karena itu, PT dituntut untuk meningkatkan resiliensinya agar tetap tangguh menghadapi berbagai perubahan. 

Hadirnya kampus asing di Indonesia tidak lepas dari revolusi digital, komunikasi, dan singularitas teknologi sebagaimana pandangan Toffler. 

Hal itu menjadi peluang sekaligus tantangan bagi perguruan tinggi untuk beradaptasi dan melakukan pembenahan internal terkait dengan kemandirian, sumber daya manusia (SDM), kurikulum, prospek lulusan, fasilitas, dan lain sebagainya.

Lalu, pertanyaannya, apakah kampus asing akan bersedia berkolaborasi dengan PT di Indonesia? Bukankah mereka akan membuat persyaratan tertentu yang belum tentu PT di Indonesia masuk kriteria dan diajak berkolaborasi, kecuali PT besar atau papan atas yang memenuhi kriteria. 

Kalau demikian, berarti hadirnya kampus asing hanya dirasakan PT tertentu. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: