Terdakwa WNI yang Diadili di Singapura: Terancam Pidana Mati
ILUSTRASI Terdakwa WNI yang Diadili di Singapura: Terancam Pidana Mati.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-
BACA JUGA:Prabowo Hadiri National Day di Singapore, WNI Kibarkan Merah Putih
Dikutip dari ABC News, 21 November 2005, berjudul Singapore stands by hanging, pelaksanaan hukuman mati di sana digantung panjang. Disebut long hanging.
Disebutkan, jika hakim dalam persidangan akan mengumumkan vonis, para hadirin diminta berdiri dan diam tak bicara. Lalu, hakim menjatuhkan vonis.
Jika vonisnya hukuman mati, terpidana mati tetap dipenjara. Pemerintah menetapkan waktu pelaksanaan eksekusi mati. Minimal empat hari sebelum pelaksanaan eksekusi, terpidana wajib diberi tahu.
Dalam kasus warga negara asing yang dijatuhi hukuman mati di pengadilan Singapura, keluarga terpidana dan pihak kedutaan besar terpidana akan diberi pemberitahuan satu hingga dua minggu sebelum pelaksanaan eksekusi.
Metode hukum mati long hanging diciptakan algojo Inggris, William Marwood (1818–4 September 1883). Waktu itu diberi nama long drop. Diterapkan di Inggris lebih dari seabad. Sampai Inggris menghapus hukuman mati pada 1998.
Bagaimana bentuk long hanging di Singapura? Terpidana ditempatkan di ketinggian antara 66 hingga 84 inci (168 hingga 213 cm) dari lantai ke batang gantungan. Ukuran disesuaikan tinggi badan terpidana.
Ukuran itu sudah hasil riset William Marwood. Jika terlalu panjang, leher bakal putus total, dinilai tidak manusiawi.
Jika terlalu pendek, tulang leher tidak putus, dan terpidana tidak langsung mati. Matinya bisa berjam-jam kemudian. Terlalu sadis. Dengan ukuran itu, terpidana langsung mati setelah lantai geser dibuka.
Pelaksanaan long hanging di Singapura biasanya hari Jumat pada saat fajar. Tertutup. Cuma disaksikan jaksa, algojo, serta keluarga terpidana dan keluarga korban (jika mereka mau menonton).
Berdasar hukum Singapura, ada 33 pelanggaran hukum yang terpidananya bisa dihukum mati. Antara lain, pembunuhan berencana, dagang narkoba, terorisme, penggunaan senjata api ilegal, dan penculikan.
Dalam survei tahun 2005 oleh The Straits Times, sebanyak 95 persen warga Singapura berpendapat bahwa negara mereka harus mempertahankan hukuman mati. Beberapa tahun kemudian dukungan masyarakat atas hukuman mati menurun, menjadi 80 persen pada 2021.
Pelaksanaan hukuman mati terbaru di Singapura terjadi dua pekan lalu, 15 Oktober 2025. Dua WN Singapura, Hamzah Ibrahim dan Tika Pesik, digantung pada hari yang sama karena menyelundupkan 26,29 gram heroin.
Pembunuhan adalah pelanggaran hukum berat di Singapura. Pelakunya dipidana mati. Kecuali pelaku di bawah usia 18 tahun, atau orang gila, dihukum penjara seumur hidup.
Pelaku kejahatan di bawah umur pertama (juga terbaru) yang dijatuhi hukuman penjara seumur hidup di sana adalah Zin Mar Nwe, pembantu rumah tangga warga negara Myanmar yang membunuh ibu mertua majikannya berusia 70 tahun di Singapura, Juni 2018.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: