Purbaya Setuju dengan Jokowi: Whoosh untuk Produktivitas, Bukan Keuntungan Komersial
Dari hasil sitaan korupsi CPO, Purbaya tambah dana LPDP sebesar Rp25 T--
BACA JUGA:Luhut Soal Whoosh Rugi: Tak Ada Transportasi Publik di Dunia yang Menguntungkan, Semua Butuh Subsidi
Purbaya menyebut titik-titik transit seperti Halim, Karawang, Padalarang, dan Tegalluar memiliki potensi untuk mendorong pertumbuhan ekonomi lokal.
Namun, pengembangan kawasan tersebut masih minim dan perlu menjadi fokus kebijakan ke depan.
BACA JUGA:KCIC Pastikan Whoosh Tetap Jalan Tanpa Dana APBN
Proyek KCJB sendiri menelan biaya sekitar US$ 7,2 miliar atau setara Rp 116,54 triliun.
Sekitar 75 persen dari total investasi berasal dari pinjaman China Development Bank, sementara sisanya merupakan penyertaan modal dari konsorsium BUMN Indonesia, termasuk PT KAI, Wijaya Karya, PTPN I, dan Jasa Marga.
BACA JUGA:Luhut: Bayar Hutang Whoosh dan LRT Tidak Pakai APBN, Hanya Restructuring
Besarnya nilai investasi dan pembengkakan biaya proyek sempat memicu perdebatan publik, terutama terkait beban utang.
Namun, Purbaya menegaskan bahwa pemerintah tidak akan menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk membayar utang proyek tersebut.
“Itu kan Whoosh sudah dikelola oleh Danantara kan. Danantara sudah ngambil Rp 80 triliun lebih dividen dari BUMN, seharusnya mereka manage dari situ saja,” ujarnya.
BACA JUGA:Jokowi: Kereta Cepat Bukan untuk Cari Untung, tapi Investasi Sosial Bangsa
Danantara, sebagai pengelola aset strategis negara, diharapkan mampu mengelola pembiayaan proyek tanpa membebani APBN.
Saat ini, pemerintah masih bernegosiasi dengan China terkait restrukturisasi pinjaman KCJB. (*)
*) Mahasiswa magang dari Prodi English for Creative Industry Universitas Kristen Petra
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: