LPSK Hitung Nilai Restitusi Capai Rp33,05 Miliar

LPSK Hitung Nilai Restitusi Capai Rp33,05 Miliar

Nilai restitusi yang dihitung oleh LPSK capai nilai Rp33,05 miliar--lpsk.go.id

HARIAN DISWAY - Seperti yang kita tahu, restitusi dalam hukum pidana merupakan ganti kerugian yang diberikan oleh pelaku tindak pidana ataupun pihak ketiga kepada pihak korban atau keluarga korban. Tujuannya adalah membantu korban pulih secara materiel dan imateriel. 

Tak hanya itu, hal itu juga perlu dilakukan untuk menunjukkan tanggung jawab pelaku atas perbuatannya. Karena dalam hal ini korban tentunya dirugikan baik dari segi fisik atau psikis.

Terkait hal itu, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) juga turut menghitung nilai restitusi yang diajukan oleh korban tindak pidana untuk mendapatkan ganti kerugian dari pelaku atau negara.

BACA JUGA:Restitusi Korban Kanjuruhan Diputus Sebesar Rp1,25 Miliar, Keluarga Sebut Tak Adil

Nilai restitusi yang dihitung oleh pihak LPSK mulai dari bulan Januari hingga September mencapai nilai Rp33,05 miliar. "Angka tersebut meliputi antara lain nilai restitusi yang masuk tuntutan jaksa Rp9,28 miliar atau 28,1 persen, diputus hakim Rp7,17 miliar atau 21,7 persen, serta dibayar pelaku Rp3,22 miliar atau 9,7 persen," ujar Wakil Ketua LPSK Wawan Fahrudin.

Melihat kondisi tersebut menunjukkan bahwa sistem restitusi yang murni bertumpu pada kemampuan pelaku, belum mampu menjamin keadilan bagi korban yang dirugikan tersebut.

Karena hal itu, Wakil Ketua LPSK, Wawan Fahrudin menyatakan bahwa terdapat urgensi optimalisasi penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dari sektor penegakan hukum.

BACA JUGA:Sudah Berikan Santunan, Termohon Tolak Restitusi Rp 17,5 miliar Atas Tragedi Kanjuruhan

Maksud dari diambilnya langkah itu untuk memperkuat pendanaan pemberian restitusi kurang bayar yang ditanggung negara. Hal itu sesuai dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 29 Tahun 2025 tentang Dana Bantuan Korban (amanat Undang-Undang tentang Tindak Pidana Kekerasan Sosial Nomor 12 Tahun 2022).

Hal tersebut juga sesuai dengan konsep Dana Bantuan Korban (DBK) dalam Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) yang tentunya digunakan untuk memberikan kompensasi dan rehabilitasi bagi para korban tindak pidana.

Mirisnya, banyak korban yang telah mendapatkan putusan restitusi berkekuatan hukum tetap, akan tetapi belum bisa menikmati pemulihan yang harusnya didapatkan.

BACA JUGA:KontraS Kritisi Minimnya Pemohon dan Termohon di Pengajuan Restitusi Kanjuruhan

Wakil Ketua LPSK Wawan Fahrudin juga menyatakan bahwa PNBP yang berasal dari denda pidana dan hasil penegakan hukum, seluruhnya disetorkan ke kas negara yang kemudian menjadi bagian dari Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Kejaksaan Agung (Kejagung).

Karena hal itu, pihak LPSK berharap agar sebagian dari penerimaan tersebut dapat dialokasikan untuk DBK, agar pendanaan pemulihan korban tidak hanya bergantung pada hibah atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). (*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: